[Type
the company name]
|
[Year]
|
|
PENDIDIKAN
JASMANI DAN KESEHATAN (PENJASKES) DAN KESEHATAN
(PENJASKES)
LATAR BELAKANG
Pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan,
bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak,
keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas
emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan
bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang
direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
nasional.
Pendidikan sebagai suatu proses
pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes), olahraga dan kesehatan yang diajarkan di sekolah
memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas
jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis.
Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan
pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan
bugar sepanjang hayat.
Pendidikan memiliki sasaran
pedagogis, oleh karena itu pendidikan kurang lengkap tanpa adanya pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes), olahraga dan kesehatan, karena gerak sebagai
aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya
sendiri yang secara alami berkembang searah dengan perkembangan zaman. Selama
ini telah terjadi kecenderungan dalam memberikan makna mutu pendidikan yang
hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan kognitif. Pandangan ini telah membawa
akibat terabaikannya aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni, psikomotor,
serta life skill.
Dengan diterbitkannya Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan akan memberikan peluang
untuk menyempurnakan kurikulum yang komprehensif dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional. Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes), olahraga,
dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan
psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan
nilai-nilai (sikap-mental-emosional sportivitas- spiritual-sosial), serta
pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan
perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.
Pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes)
sebagai komponen pendidikan secara keseluruhan telah disadari oleh banyak
kalangan. Namun, dalam pelaksanaannya pengajaran pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes) berjalan belum efektif seperti yang diharapkan.
Pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) cenderung
tradisional. Model pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes)
tidak harus terpusat pada guru tetapi pada siswa. Orientasi pembelajaran harus
disesuaikan dengan perkembangan anak, isi dan urusan materi serta cara
penyampaian harus disesuaikan sehingga menarik dan menyenangkan, sasaran
pembelajaran ditujukan bukan hanya mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi
pada perkembangan pribadi anak seutuhnya. Konsep dasar pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes) dan model pengajaran pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) yang efektif perlu dipahami oleh mereka yang hendak mengajar pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes).
KONSEPSI DAN FALSAFAH PENDIDIKAN
JASMANI
Pengertian Pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes)
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan bagian
penting dari proses pendidikan. Artinya, penjas bukan hanya dekorasi atau
ornamen yang ditempel pada program sekolah sebagai alat untuk membuat anak
sibuk. Tetapi penjas adalah bagian penting dari pendidikan. Melalui penjas yang
diarahkan dengan baik, anak-anak akan mengembangkan keterampilan yang berguna
bagi pengisian waktu senggang, terlibat dalam aktivitas yang kondusif untuk
mengembangkan hidup sehat, berkembang secara sosial, dan menyumbang pada
kesehatan fisik dan mentalnya.
Meskipun penjas menawarkan kepada anak untuk bergembira, tidaklah
tepat untuk mengatakan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes)
diselenggarakan semata-mata agar anak-anak bergembira dan bersenang-senang.
Bila demikian seolah-olah pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) hanyalah
sebagai mata pelajaran ”selingan”, tidak berbobot, dan tidak memiliki tujuan
yang bersifat mendidik.
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan wahana
pendidikan, yang memberikan kesempatan bagi anak untuk mempelajari hal-hal yang
penting. Oleh karena itu, pelajaran penjas tidak kalah penting dibandingkan
dengan pelajaran lain seperti; Matematika, Bahasa, IPS dan IPA, dan lain-lain.
Namun demikian tidak semua guru penjas menyadari hal tersebut,
sehingga banyak anggapan bahwa penjas boleh dilaksanakan secara serampangan.
Hal ini tercermin dari berbagai gambaran negatif tentang pembelajaran penjas,
mulai dari kelemahan proses yang menetap misalnya membiarkan anak bermain
sendiri hingga rendahnya mutu hasil pembelajaran, seperti kebugaran jasmani
yang rendah.
Di kalangan guru penjas sering ada anggapan bahwa pelajaran pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) dapat dilaksanakan seadanya, sehingga
pelaksanaannya cukup dengan cara menyuruh anak pergi ke lapangan, menyediakan
bola sepak untuk laki-laki dan bola voli untuk perempuan. Guru tinggal
mengawasi di pinggir lapangan.
Mengapa bisa terjadi demikian? Kelemahan ini berpangkal pada
ketidakpahaman guru tentang arti dan tujuan pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) di sekolah, di samping ia mungkin kurang mencintai tugas itu dengan
sepenuh hati.
Apakah sebenarnya pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dan
apa tujuannya? Secara umum pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dapat
didefinisikan sebagai berikut:
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) adalah proses pendidikan
melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk
mencapai tujuan pendidikan.
|
Definisi di atas mengukuhkan bahwa pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes) merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan umum.
Tujuannya adalah untuk membantu anak agar tumbuh dan berkembang secara wajar
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu menjadi manusia Indonesia
seutuhnya. Pencapaian tujuan tersebut berpangkal pada perencanaan pengalaman
gerak yang sesuai dengan karakteristik anak.
Jadi, pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) diartikan
sebagai proses pendidikan melalui aktivitas jasmani atau olahraga. Inti
pengertiannya adalah mendidik anak. Yang membedakannya dengan mata pelajaran
lain adalah alat yang digunakan adalah gerak insani, manusia yang bergerak
secara sadar. Gerak itu dirancang secara sadar oleh gurunya dan diberikan dalam
situasi yang tepat, agar dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak
didik.
Tujuan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) sudah tercakup
dalam pemaparan di atas yaitu memberikan kesempatan kepada anak untuk
mempelajari berbagai kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan potensi
anak, baik dalam aspek fisik, mental, sosial, emosional dan moral. Singkatnya, pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) bertujuan untuk mengembangkan potensi setiap
anak setinggi-tingginya.
Tujuan di atas merupakan pedoman bagi guru penjas dalam
melaksanakan tugasnya. Tujuan tersebut harus bisa dicapai melalui kegiatan
pembelajaran yang direncanakan secara matang, dengan berpedoman pada ilmu
mendidik. Dengan demikian, hal terpenting untuk disadari oleh guru penjas
adalah bahwa ia harus menganggap dirinya sendiri sebagai pendidik, bukan hanya
sebagai pelatih atau pengatur kegiatan.
Misi pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) tercakup dalam
tujuan pembelajaran yang meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotor.
Perkembangan pengetahuan atau sifat-sifat sosial bukan sekedar dampak pengiring
yang menyertai keterampilan gerak. Tujuan itu harus masuk dalam perencanaan dan
skenario pembelajaran. Kedudukannya sama dengan tujuan pembelajaran
pengembangan domain psikomotor.
Dalam hal ini, untuk mencapai tujuan tersebut , guru perlu
membiasakan diri untuk mengajar anak tentang apa yang akan dipelajari
berlandaskan pemahaman tentang prinsip-prinsip yang mendasarinya. Pergaulan
yang terjadi di dalam adegan yang bersifat mendidik itu dimanfaatkan secara
sengaja untuk menumbuhkan berbagai kesadaran emosional dan sosial anak. Dengan
demikian anak akan berkembang secara menyeluruh, yang akan mendukung
tercapainya aneka kemampuan.
Dasar Falsafah Pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes)
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan suatu
bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan umum. Lewat program penjas dapat
diupayakan peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa
penjas, proses pendidikan di sekolah akan pincang.
Sumbangan nyata pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes)
adalah untuk mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) menjadi unik, sebab berpeluang lebih banyak
dari mata pelajaran lainnya untuk membina keterampilan. Hal ini sekaligus
mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dari
pelajaran-pelajaran lainnya. Jika pelajaran lain lebih mementingkan
pengembangan intelektual, maka melalui pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) terbina sekaligus aspek penalaran, sikap dan keterampilan.
Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes), yaitu:
- meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan siswa,
- meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya,
serta
- meningkatkan pengertian siswa dalam prinsip-prinsip
gerak serta bagaimana menerapkannya dalam praktek.
Adakah pelajaran lain (seperti bahasa, matematika, atau IPS) yang
bisa menyumbang kemampuan-kemampuan seperti di atas?
Untuk meneliti aspek penting dari penjas, dasar-dasar pemikiran
seperti berikut perlu dipertimbangkan:
1. Kebugaran dan kesehatan
Kebugaran dan kesehatan akan dicapai melalui program pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang terencana, teratur dan berkesinambungan.
Dengan beban kerja yang cukup berat serta dilakukan dalam jangka waktu yang
cukup secara teratur, kegiatan tersebut akan berpengaruh terhadap perubahan
kemampuan fungsi organ-organ tubuh seperti jantung dan paru-paru. Sistem
peredaran darah dan pernapasan akan bertambah baik dan efisien, didukung oleh
sistem kerja penunjang lainnya. Dengan bertambah baiknya sistem kerja tubuh
akibat latihan, kemampuan tubuh akan meningkat dalam hal daya tahan, kekuatan
dan kelentukannya. Demikian juga dengan beberapa kemampuan motorik seperti
kecepatan, kelincahan dan koordinasi.
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) juga dapat membentuk
gaya hidup yang sehat. Dengan kesadarannya anak akan mampu menentukan sikap
bahwa kegiatan fisik merupakan kebutuhan pokok dalam hidupnya, dan akan tetap
dilakukan di sepanjang hayat. Sikap itulah yang kemudian akan membawa anak pada
kualitas hidup yang sehat, sejahtera lahir dan batin, yang disebut dengan
istilah wellness.
Konsep sehat dan sejahtera secara menyeluruh berbeda dengan
pengertian sehat secara fisik. Anak-anak dididik untuk meraih gaya hidup sehat
secara total serta kebiasan hidup yang sehat, baik dalam arti pemahaman maupun
prakteknya. Kebiasaan hidup sehat tersebut bukan hanya kesehatan fisik, tetapi
juga mencakup juga kesejahteraan mental, moral, dan spiritual. Tanda-tandanya
adalah anak lebih tahan dalam menghadapi tekanan dan cobaan hidup, berjiwa
optimis, merasa aman, nyaman, dan tenteram dalam kehidupan sehari-hari.
2. Keterampilan fisik
Keterlibatan anak dalam asuhan permainan, senam, kegiatan bersama,
dan lain-lain, merangsang perkembangan gerakan yang efisien yang berguna untuk
menguasai berbagai keterampilan. Keterampilan tersebut bisa berbentuk
keterampilan dasar misalnya berlari dan melempar serta keterampilan khusus seperti
senam atau renang. Pada akhirnya keterampilan itu bisa mengarah kepada
keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Terkuasainya prinsip-prinsip gerak
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang baik harus mampu
meningkatkan pengetahuan anak tentang prinsip-prinsip gerak. Pengetahuan
tersebut akan membuat anak mampu memahami bagaimana suatu keterampilan
dipelajari hingga tingkatannya yang lebih tinggi. Dengan demikian, seluruh
gerakannya bisa lebih bermakna. Sebagai contoh, anak harus mengerti mengapa
kaki harus dibuka dan bahu direndahkan ketika anak sedang berusaha menjaga
keseimbangannya. Mereka juga diharapkan mengerti mengapa harus dilakukan
pemanasan sebelum berolahraga, serta apa akibatnya terhadap derajat kebugaran
jasmani bila seseorang berlatih tidak teratur?
Namun demikian, sumbangan pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) pun bukan hanya bersifat fisik semata, melainkan merambah pada
peningkatan kemampuan oleh pikir seperti kemampuan membuat keputusan dan olah
rasa seperti kemampuan memahami perasaan orang lain (empati).
4. Kemampuan berpikir
Memang sulit diamati secara langsung bahwa kegiatan yang diikuti
oleh anak dalam pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dapat meningkatkan
kemampuan berpikir anak. Namun demikian dapat ditegaskan di sini bahwa pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang efektif mampu merangsang kemampuan
berpikir dan daya analisis anak ketika terlibat dalam kegiatan-kegiatan
fisiknya. Pola-pola permainan yang memerlukan tugas-tugas tertentu akan
menekankan pentingnya kemampuan nalar anak dalam hal membuat keputusan.
Taktik dan strategi yang melekat dalam berbagai permainan pun
perlu dianalisis dengan baik untuk membuat keputusan yang tepat dan cepat. Secara
tidak langsung, keterlibatan anak dalam kegiatan pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes) merupakan latihan untuk menjadi pemikir dan pengambil
keputusan yang mandiri.
Dalam kegiatan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) banyak
sekali adegan pembelajaran yang memerlukan diskusi terbuka yang menantang
penalaran anak. Teknik gerak dan prinsip-prinsip yang mendasarinya merupakan
topik-topik yang menarik untuk didiskusikan. Peraturan permainan dan
variasi-variasi gerak juga bisa dijadikan rangsangan bagi anak untuk memikirkan
pemecahannya.
5. Kepekaan rasa
Dalam hal olah rasa, pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes)
menempati posisi yang sungguh unik. Kegiatannya yang selalu melibatkan anak
dalam kelompok kecil maupun besar merupakan wahana yang tepat untuk
berkomunikasi dan bergaul dalam lingkup sosial. Dalam kehidupan sosial, setiap
individu akan belajar untuk bertanggung jawab melaksanakan peranannya sebagai
anggota masyarakat. Di dalam masyarakat banyak norma yang harus ditaati dan aturan
main yang melandasinya. Melalui penjas, norma dan aturan juga dipelajari,
dihayati dan diamalkan.
Untuk dapat berperan aktif, anak pun akan menyadari bahwa ia dan
kelompoknya harus menguasai beberapa keterampilan yang diperlukan.
Sesungguhnyalah bahwa kegiatan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes)
disebut sebagai ajang nyata untuk melatih keterampilan-keterampilan hidup (life
skill), agar seseorang dapat hidup berguna dan tidak menyusahkan
masyarakat. Keterampilan yang dipelajari bukan hanya keterampilan gerak dan
fisik semata, melainkan terkait pula dengan keterampilan sosial, seperti
berempati pada orang lain, menahan sabar, memberikan respek dan penghargaan
pada orang lain, mempunyai motivasi yang tinggi, serta banyak lagi. Seorang
ahli menyebut bahwa kesemua keterampilan di atas adalah keterampilan hidup.
Sedangkan ahli yang lain memilih istilah kecerdasan emosional (emotional
intelligence).
6. Keterampilan sosial
Kecerdasan emosional atau keterampilan hidup bermasyarakat sangat
mementingkan kemampuan pengendalian diri. Dengan kemampuan ini seseorang bisa
berhasil mengatasi masalah dengan kerugian sekecil mungkin. Anak-anak yang
rendah kemampuan pengendalian dirinya biasanya ingin memecahkan masalah dengan
kekerasan dan tidak merasa ragu untuk melanggar berbagai ketentuan.
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) menyediakan
pengalaman nyata untuk melatih keterampilan mengendalikan diri, membina
ketekunan dan motivasi diri. Hal ini diperkuat lagi jika proses pembelajaran
direncanakan sebaik-baiknya. Setiap adegan pembelajaran dalam permainan dapat
dijadikan arena dialog dan perenungan tentang apa sisi baik-buruknya suatu
keputusan. Tak pelak, ini merupakan cara pembinaan moral yang efektif.
Sebagai contoh, jika dalam sebuah proses penjas terjadi
pertengkaran antara dua orang anak, guru bisa segera menghentikan kegiatan
seluruh kelas dan mengundang mereka untuk membicarakannya. Sebab-sebab
pertengkaran diteliti dan guru memancing pendapat anak-anak tentang apa
perlunya mereka bertengkar, selain itu mereka dirangsang untuk mencari
pemecahan yang paling baik untuk kedua belah pihak.
Demikian juga dalam setiap adegan proses permainan yang memerlukan
kesiapan mentaati peraturan permainan. Di samping guru mempertanyakan
pentingnya peraturan untuk ditaati, guru dapat juga mengundang siswa untuk
melihat berbagai konsekuensinya jika peraturan itu dilanggar. Lalu guru dapat
menanyakan pendapat siswa tentang tujuan permainan. Misalnya guru bertanya:
:”Apakah memenangkan pertandingan dengan segala cara bisa dibenarkan?”, “Apakah
kalah dalam suatu permainan benar-benar merugikan?” bahkan lebih jauh lagi
mungkin guru bisa memilih topik di luar kejadian yang mereka alami sendiri,
misalnya topik tentang tawuran antar pelajar dari sekolah yang berbeda. Topik ini
menarik untuk dibicarakan dari sisi moral serta akibatnya terhadap kehidupan
bermasyarakat.
7. Kepercayaan diri dan citra diri (self esteem)
Melalui pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) kepercayaan
diri dan citra diri (self esteem) anak akan berkembang. Secara umum citra diri
diartikan sebagai cara kita menilai diri kita sendiri. Citra diri ini merupakan
dasar untuk perkembangan kepribadian anak. Dengan citra diri yang baik
seseorang merasa aman dan berkeinginan untuk mengeksplorasi dunia. Dia mau dan
mampu mengambil resiko, berani berkomunikasi dengan teman dan orang lain, serta
mampu menanggulangi stress.
Cara membina citra diri ini tidak cukup hanya dengan selalu
berucap “saya pasti bisa” atau “ saya paling bagus”. Tetapi perlu dinyatakan
dalam usaha dan pembiasan perilaku. Di situlah penjas menyediakan kesempatan
pada anak untuk membuktikannya. Ketika anak-anak berhasil mempelajari berbagai
keterampilan gerak dan kemampuan tubuhnya, perasaan positif akan berkembang dan
ia merasa optimis atau mampu untuk berbuat sesuatu. Dengan perasaan itu
anak-anak akan merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan yang baik dan pada
gilirannya akan mempengaruhi pula kualitas usahanya di lain waktu, agar sama
seperti yang dicitrakannya. Bila siswa merasa gagal sebelum berusaha, keadaan
ini disebut perasaan negatif, lawan dari perasaan positif.
Kejadian demikian yang berulang-ulang akan memperkuat kepercayaan
bahwa dirinya memang memiliki kemampuan, sehingga terbentuk menjadi kepercayaan
diri yang kuat. Karena itu penting bagi guru penjas untuk menyajikan
tugas-tugas belajar yang bisa menyediakan pengalaman sukses dan menimbulkan
perasaan berhasil (feeling of success) pada setiap anak. Salah satu siasat yang
dapat dikerjakan adalah ukuran keberhasilan belajar tidak bersifat mutlak. Tiap
anak memakai ukurannya masing-masing.
PENGERTIAN PENJAS
MENURUT PARA AHLI
Istilah pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes) berawal dari Amerika Serikat berawal dari istilah
gymnastics, hygiene, dan physical culture Siedentop (1972).Berikut pengertian pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) menurut para ahli :
Ø Cholik Mutohir
(Cholik Mutohir, 1992).
Olahraga adalah proses sistematik
yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan
membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan
atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/ pertandingan, dan
kegiatan jasmani yang intensif untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan
prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang
berkualitas berdasarkan Pancasila.
Ø Nixon and Cozens
(1963: 51)
Mengemukakan bahwa pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) didefinisikan sebagai fase dari seluruh
proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan respons otot yang giat
dan berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu dari respons tersebut.
Ø Dauer dan Pangrazi
(1989: 1)
Mengemukakan bahwa pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) adalah fase dari program pendidikan
keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak,
untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak. Pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui
gerak dan harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat agar memiliki makna
bagi anak. Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan program
pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional dan memadai pada
domain-domain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif.
Ø Bucher,
(1979).
Mengemukakan pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes) merupakan bagian integral dari suatu proses pendidikan
secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan fisik yang
dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler,
interperatif, sosial, dan emosional.
Ø Ateng (1993)
Mengemukakan; pendidikan jasmani
dan kesehatan (penjaskes) merupakan bagian integral dari pendidikan secara
keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan
secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Ø Siedentop (1991),
Seorang pakar pendidikan jasmani
dan kesehatan (penjaskes) dari Amerika Serikat, mengatakan bahwa dewasa ini pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) dapat diterima secara luas sebagai model
“pendidikan melalui aktivitas jasmani”, yang berkembang sebagai akibat dari
merebaknya telaahan pendidikan gerak pada akhir abad ke-20 ini dan menekankan
pada kebugaran jasmani, penguasaan keterampilan, pengetahuan, dan perkembangan
sosial. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa: "pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) adalah pendidikan dari, tentang, dan melalui aktivitas
jasmani".
Ø Jesse Feiring
Williams (1999; dalam Freeman, 2001)
Pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) adalah sejumlah aktivitas jasmani manusiawi yang terpilih sehingga
dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Pengertian ini didukung
oleh adanya pemahaman bahwa:
Manakalah pikiran (mental) dan
tubuh disebut sebagai dua unsur yang terpisah, pendidikan, pendidikan jasmani
dan kesehatan (penjaskes) yang menekankan pendidikan fisikal... melalui
pemahaman sisi kealamiahan fitrah manusia ketika sisi keutuhan individu adalah
suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri, pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) diartikan sebagai pendidikan melalui fisikal. Pemahaman ini
menunjukkan bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) juga terkait
dengan respon emosional, hubungan personal, perilaku kelompok, pembelajaran
mental, intelektual, emosional, dan estetika.’ Pendidikan melalui fisikal
maksudnya adalah pendidikan melalui aktivitas fisikal (aktivitas jasmani),
tujuannya mencakup semua aspek perkembangan kependidikan, termasuk pertumbuhan
mental, sosial siswa. Manakala tubuh sedang ditingkatkan secara fisik, pikiran
(mental) harus dibelajarkan dan dikembangkan, dan selain itu perlu pula
berdampak pada perkembangan sosial, seperti belajar bekerjasama dengan siswa
lain.
Ø Rink (1985)
Mendefinisikan pendidikan jasmani
dan kesehatan (penjaskes) sebagai "pendidikan melalui fisikal",
seperti:
‘Kontribusi unik pendidikan jasmani
dan kesehatan (penjaskes) terhadap pendidikan secara umum adalah perkembangan
tubuh yang menyeluruh melalui aktivitas jasmani. Ketika aktivitas jasmani ini
dipandu oleh para guru yang kompeten, maka basil berupa perkembangan utuh
insani menyertai perkembangan fisikal-nya. Hal ini hanya dapat dicapai ketika
aktivitas jasmani menjadi budaya dan kebiasaan jasmani atau pelatihan jasmani.’
Pendapat lain namun dalam ungkapan yang senada, seperti diungkapkan.
Ø James A.Baley dan
David A.Field (2001; dalam Freeman, 2001)
Menekankan bahwa pendidikan fisikal
yang dimaksud adalah aktivitas jasmani yang membutuhkan upaya yang
sungguh-sungguh. Lebih lanjut kedua ahli ini menyebutkan bahwa: ‘Pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) adalah suatu proses terjadinya adaptasi dan
pembelajaran secara organik, neuromuscular, intelektual, sosial, kultural,
emosional, dan estetika yang dihasilkan dari proses pemilihan berbagai
aktivitas jasmani.’ Aktivitas jasmani yang dipilih disesuaikan dengan tujuan yang
ingin dicapai dan kapabilitas siswa. Aktivitas fisikal yang dipilih ditekankan
pada berbagai aktivitas jasmani yang wajar, aktivitas jasmani yang membutuhkan
sedikit usaha sebagai aktivitas rekreasi dan atau aktivitas jasmani yang sangat
membutuhkan upaya keras seperti untuk kegiatan olahraga kepelatihan atau
prestasi. Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) memusatkan diri pada
semua bentuk kegiatan aktivitas jasmani yang mengaktifkan otot-otot besar
(gross motorik), memusatkan diri pada gerak fisikal dalam permainan, olahraga,
dan fungsi dasar tubuh manusia.
Ø Freeman (2001:5)
Menyatakan pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes) dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok bagian, yaitu:
Pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) dilaksanakan melalui media fisikal, yaitu: beberapa aktivitas
fisikal atau beberapa tipe gerakan tubuh. Aktivitas jasmani meskipun tidak
selalu, tetapi secara umum mencakup berbagai aktivitas gross motorik dan
keterampilan yang tidak selalu harus didapat perbedaan yang mencolok. Meskipun
para siswa mendapat keuntungan dari proses aktivitas fisikal ini, tetapi
keuntungan bagi siswa tidak selalu harus berupa fisikal, non-fisikal pun bisa
diraih seperti: perkembangan intelektual, sosial, dan estetika, seperti juga
perkembangan kognitif dan afektif. Secara utuh, pemahaman yang harus ditangkap
adalah: pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) menggunakan media fisikal
untuk mengembangkan kesejahteraan total setiap orang. Karakteristik pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) seperti ini tidak terdapat pada mata
pelajaran lain, karena hasil kependidikan dari pengalaman belajar fisikal tidak
terbatas hanya pada perkembangan tubuh saja. Konteks melalui aktivitas jasmani
yang dimaksud adalah konteks yang utuh menyangkut semua dimensi tentang
manusia, seperti halnya hubungan tubuh dan pikiran. Tentu, pendidikan jasmani
dan kesehatan (penjaskes) tidak hanya menyebabkan seseorang terdidik fisiknya,
tetapi juga semua aspek yang terkait dengan kesejahteraan total manusia,
seperti yang dimaksud dengan konsep “kebugaran jasmani sepanjang hayat”.
Seperti diketahui, dimensi hubungan tubuh dan pikiran menekankan pada tiga
domain pendidikan, yaitu: psikomotor, afektif, dan kognitif. Beberapa ahli
dalam bidang pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dan olahraga,
Ø Syer & Connolly
(1984); Clancy (2006); Begley (2007),
Menyebutkan hal senada bahwa “tubuh
adalah tempat bersemayamnya pikiran.” Ada unsur kesatuan pemahaman antara tubuh
dengan pikiran.
Kesatuan Unsur Tubuh dan Pikiran
Salah satu masalah besar, untuk selama bertahun-tahun lamanya seolah tidak akan
pernah tuntas, adalah perdebatan antara intelektual dan jasmani. Kepercayaan
banyak orang adalah bahwa tubuh terpisah dari pikiran, yang kemudian
memunculkan pemahaman "dualisme" dan cenderung mengarah pada pikiran
adalah sesuatu yang diutamakan, sementara tubuh adalah sesuatu yang inferior.
Sebagai contoh, sering didapatkan pada rohaniawan yang mengutamakan pada
kesempurnaan pikiran, daripada kesejahteraan fisiknya. Bahkan sampai pada
keyakinan bahwa pikiran berada di atas unsur tubuh, dan mengendalikan semua
sistem tubuh yang ada. Sebaliknya, ada juga filosofi yang menyebutkan bahwa
tubuh dan pikiran bersatu, yang kemudian dikenal sebagai aliran pemahaman
holism, suatu kesatuan antara tubuh dan pikiran. Keyakinan ini dapat dengan
mudah dikenali, seperti yang sering didengar sebuah semboyan Orandum est ute
sit men sana in corpore sano atau seperti: a sound mind in a sound body
(Krecthmar, 2005:51). Moto seperti ini, sering dijadikan rujukan dalam setiap
pelaksanaan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes). Pendidikan jasmani
dan kesehatan (penjaskes) memanfaatkan aktivitas jasmani untuk mengembangkan
aspek tubuh dan pikiran, dan bahkan aspek spiritual. Hal ini pun menjadi fokus
orientasi utama dalam pengembangan aktivitas jasmani sebagai upaya pengembangan
utuh-manusia.Pertanyaan utama yang patut dimunculkan adalah apakah benar
keyakinan terhadap kesatuan tubuh dan pikiran? Pada kenyataannya di masyarakat
sering ditemukan keyakinan bahwa tubuh dan pikiran berada pada sifat dualism.
Sesungguhnya, pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) mencoba membuktikan
dan meyakinkan setiap orang bahwa tubuh dan pikiran berpadu menjadi satu
kesatuan dalam konsep holism, meskipun pikiran berada di atas kedudukan tubuh.
Inilah bukti bahwa perdebatan itu akan senantiasa muncul sebagai akibat adanya
dinamika dalam pemikiran. Pendapat yang bijak dapat dimunculkan ketika mencoba
memposisikan diri pada pemikiran netral, bijak dalam memposisikan masing-masing
pendapat, pikiran mengendalikan tubuh, tetapi tubuh pun dapat memberikan
informasi dan mempengaruhi pikiran. Pembenaran akan dapat diterima ketika apa
yang terjadi sesuai dengan landasan teoritisnya. Tetapi, teori dapat diterima
ketika sejalan dengan apa yang terjadi.
Dari seluruh tokoh pendidikan
tentang arti dari pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes), yaitu pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) dapat diartikan sebagai bagian integral dari
suatu proses pendidikan secara keseluruhan, melalui kegiatan fisik yang dipilih
untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler,
interperatif, sosial, dan emosional melalui kegiatan jasmani yang intensif
untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
PERAN PENDIDIKAN JASMANI DAN
KESEHATAN
(PENJASKES)
Pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) yang merupakan salah satu alat dalam usaha pencapaian tujuan
pendidikan, sangat besar perannya terhadap pembentukan dan perkembangan anak.
Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa keberhasilan dalam usaha pencapaian
tujuan pendidikan yang kita harapkan diperlukan adanya suatu cara dalam
pelaksanaannya. Demikian juga untuk melaksanakan pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes) di sekolah, baik berupa alat-alat yang nyata di dalam
melakukan suatu bentuk gerakan seperti: tongkat, simpai, gada, peti lompat,
tambang, bola kasti, bola voli, bola kaki, bola basket, matras, lembing,
peluru, dan sebagainya, maupun alat pendidikan yang berupa pembentukan
kebiasaan, pemberian hadiah dan hukuman, pemberian motivasi, pemberian teguran,
penugasan, dan sebagainya, kesemuannya merupakan suatu tindakan kepedulian di
dalam pendidikan. Misal sebagai salah satu contoh, setiap bangun tidur
anak-anak disuruh membereskan tempat tidurnya, mandi memakai sabun,
membersihkan gigi dengan sikat gigi dan memakai odol, berpakaian yang rapi bila
berangkat ke sekolah, dan yang lainnya.
Tindakan-tindakan yang diberikan
kepada anak tersebut, bertujuan untuk menanamkan kebiasaan agar hidup teratur
dan membiasakan anak hidup sehat. Selain tindakan, situasi dan sikap pun dapat
dijadikan alat dalam pendidikan, misalnya seperti: pergaulan, upacara,
peringatan, darmawisata, berkenalan, berkemah, perlombaan, latihan, dan
sebagainya, memperlihatkan kasih sayang, memperhatikan dengan sungguh-sungguh,
mau mendengarkan, kesediaan dalam memberikan bantuan atau pertolongan,
memperlihatkan keramah-tamahan, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas,
maka peranan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) sebagai salah satu
alat tercapainya tujuan pendidikan, antara lain membantu dalam:
a. Pembentukan
Tubuh
Peran
pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) terhadap pembentukan tubuh, dapat
dilihat dengan bertambahnya otot-otot menjadi lebih besar dan kuat, badan
tumbuh menjadi lebih besar dan lebih tinggi, hingga dapat bersikap dan
bertindak dengan sempurna, serta akan tumbuh dan berkembang secara harmonis.
Dengan melakukan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang teratur
serta dibimbing dan diarahkan, maka organ-organ tubuh pun akan bekerja
sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya. Hal ini akan berpengaruh terhadap
kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani.
Dengan
demikian anak-anak akan memiliki nilai dan sikap yang positif terhadap
pentingnya pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) di dalam kehidupannya.
Dengan demikian dasar tubuh yang kuat, anak-anak akan lebih meningkat lagi
keterampilan geraknya. Menurut Sukintaka (2004) selain dari itu peran pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) sangat besar sumbangannya terhadap anak
dalam:
1.) Memenuhi
keinginan untuk bergerak dan mempertahankan gerakan.
2.) Mengembangkan
perasaan terhadap gerakan dan irama, serta penghayatan terhadap ruang, waktu,
dan bentuk.
3.) Menganalisis
kemungkinan-kemungkinan gerak untuk dirinya sendiri.
4.) Memiliki
keyakinan terhadap gerakan yang dilakukannya serta perasaan terhadap sikapnya.
5.) Mengembangkan
kemampuan gerak dan penyempurnaan gerak dengan melalui latihan-latihan yang
teratur, sesuai dengan kemampuannya.
b. Pembentukan
Prestasi
Telah kita ketahui bersama, bahwa
untuk dapat mencapai suatu prestasi yang diinginkan di dalam pelajaran jasmani
diperlukan adanya kekuatan, kecepatan, kelentukan, keuletan, kedisiplinan,
kepercayaan terhadap diri sendiri, pemahaman dan pengusahaan terhadap prosedur
gerakan yang akan dilakukan, serta konsep cara untuk melakukan gerakannya. Hal
ini merupakan dasar yang mengacu kepada tercapainya suatu peningkatan prestasi
yang optimal. Dalam arti bukan saja pencapaian prestasi optimal untuk
keterampilan gerak dalam bidang pengajaran pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes), tetapi juga berlaku untuk peningkatan prestasi belajar, bekerja
atau melakukan kegiatan yang lainnya, dan sebagainya yang sesuai dengan apa
yang diharapkan dari tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan hal-hal tersebut di
atas, maka keampuhan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) di dalam
melaksanakan peranannya untuk membantu tercapainya tujuan pendidikan, antara
lain adalah:
1.) Membentuk dan
mengembangkan anak kepada suatu bentuk kerja yang optimal melalui aktivitas
jasmani.
2.) Mengarahkan,
membimbing, dan mengembangkan diri anak terhadap pencapaian prestasi dengan
jalan menanamkan kedisiplinan, pemusatan pikiran, kewaspadaan, kepercayaan pada
diri sendiri, tanggung jawab, dan peningkatankemampuan diri.
3.) Belajar untuk
mengendalikan terhadap luapan perasaan yang berkembang dalam waktu yang
sinngkat atau keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (emosi).
4.) Menanamkan
kepada anak untuk dapat mengenal kemampuan sendiri dan keterbatasan terhadap
dirinya.
5.) Menanamkan
untuk belajar meningkatkan sikap dan tindakan yang tepat terhadap nilai-nilai
prestasi yang diraihnya di dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan
masyarakat maupun di dalam kegiatan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes)
dan olahraga.
Dengan
ditanamkannya pembentukan prestasi kepada anak-anak, maka diharapkan dikemudian
hari anak-anak akan dapat mengembangkannya, serta dapat mengatasi
hambatan-hambatan yang dihadapinya, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi kelompok
dan lingkungannya.
c. Pembentukan
Sosial
Anak sebagai makhluk individu, juga
sebagai makhluk sosial. karena itu tidak mungkin ia akan dapat hidup menyendiri
tanpa memperhatikan keadaan di lingkungannya dan memperhatikan kepentingan
umum. Anak-anak di dalam hidupnya, selalu terikat oleh norma-norma kehidupan
bersama dan tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan bersama.
Oleh sebab itu, maka timbul suatu
ilmu yang khusus untuk menelaah tentang kehidupan anak atau kelompok anak-anak
yang terdiri dari individu-individu beserta sikap dan tindakannya, serta
unsur-unsur yang terdapat di dalam kehidupannya bersama (sosiologi). Misalnya
seperti: agama, adat-istiadat, keluarga, lingkungan, pemerintah, pendidikan,
dan sebagainya, merupakan unsur-unsur sosial yang menyangkut perilaku dan tata
kehidupan manusia di dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan di
masyarakat. Di dalam kehidupan bersama anak-anak akan tumbuh dan berkembang
serta akan menemukan pribadinya masing-masing. Ia akan menyadari mengenai keadaan
dirinya, bahwa ia berada di tengah-tengah manusia yang lainnya.
Keadaan sama-sama berada di sekolah
anak-anak akan dapat merasakan terjadinya perubahan dan memperoleh berbagai
pengalaman. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak. Mereka tentu akan mengubah sifat-sifat dan perhatiannya dari keadaan
lingkungan keluarga kepada lingkungan di sekolahnya. Hal ini akan terlihat
adanya perubahan dari sifat ketergantungan menjadi sifat kemampuan untuk dapat
berdiri sendiri.
Dengan demikian mereka sudah
terlihat mempunyai suatu perkembangan kepribadian sosial dan menyadari akan
hidupnya, walaupun belum, secara mendalam. Namun demikian
anak-anak sudah mulai diarahkan kepada nilai-nilai dan norma kehidupan bersama.
Dengan melalui pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) kepada anak-anak
akan dapat diberikan bimbingan terhadap pergaulan hidup, yang sesuai dengan
norma-norma dan ketentuan-ketentuan yang sesuai dengan unsur-unsur sosial,
hingga akan membantu kehidupan anak yang lebih aktif, kreatif dan lebih bergairah.
Peranan pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) di dalam usahanya terhadap pembentukan sosial
anak-anak antara lain adalah:
1.)
Menanamkan pembinaan terhadap pengakuan dan penerimaan akan norma-norma dan
peraturan yang berlaku di masyarakat
2.)
Menanamkan kebiasaan untuk selalu berperan aktif dalam suatu kelompok, agar
dapat bekerja sama, dapat menerima pimpinan dan memberikan pimpinan.
3.)
Membina dan memupuk ke arah pengembangan terhadap perasaan sosial, pengakuan
terhadap orang lain.
4.)
Menanamkan dan memupuk untuk selalu belajar bertanggung jawab, dan mau
memberikan bantuan atau pertolongan, serta memberikan perlindungan dan mau
berkorban.
5.)
Menanamkan kebiasaan untuk selalu mau belajar secara aktif di dalam sesuatu
bentuk kegiatan, baik dalam belajar, bekerja, maupun dalam mengisi waktu-waktu
luangnya.
HAKIKAT BELAJAR PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN
(PENJASKES)
Di dalam intensifikasi penyelenggaraan pendidikan sebagai
proses dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia yang berlangsung seumur
hidup, pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan salah satu alat
yang sangat penting untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan manusia,
karena pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) sangat erat kaitannya
dengan gerak manusia. Gerak bagi manusia sebagai aktivitas jasmani merupakan
salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting, yaitu sebagai dasar bagi manusia
untuk belajar, baik untuk belajar mengenal alam sekitar dalam usaha memperoleh
berbagai pengalaman berupa pengetahuan dan keterampilan, nilai dan sikap,
maupun untuk belajar mengenali dirinya sendiri sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial dalam usaha penyesuaian dan mengatasi perubahan-perubahan yang
terjadi di lingkungannya dan untuk mencapai kesuksesan.
Oleh karena itu, apabila program
pengajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang diselenggarakan di
sekolah (khususnya SD) dapat terorganisasikan dengan baik akan dapat memberikan sumbangan yang
sangat berarti bagi pertumbuhan dan perkembangan murid-murid di SD, baik
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani yang harmonis, maupun dalam
rangka menyiapkan murid-murid secara psikologis yang mengarah kepada
usaha-usaha keras yang sangat berguna untuk meningkatkan kemantapan jasmani dan
rohani dalam membantu mengembangkan kemampuan dan kepribadian yang sangat besar pengaruhnya
terhadap penyesuaian diri di dalam lingkungannya.
Wujud dari pelaksanaan pengajaran pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) di sekolah (termasuk di SD) berpangkal pada
gerak murid, yang menampakan dirinya ke luar terutama dalam bentuk-bentuk
aktivitas jasmaninya. Namun bukanlah semata-mata hanya berfungsi untuk
meransang dan mengembangkan organ-organ tubuh serta fungsinya saja, melainkan
juga demi pembentukan dan pengembangan kepribadian yang utuh dan harmonis di
dalam kehidupannya, yaitu dalam rangka membentuk manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri dan yang secara bersama-sama bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa. Oleh sebab itu apabila program pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes) yang diterapkan di SD dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya dengan diarahkan, dibimbing, dan dikembangkan secara wajar, maka akan
dapat merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan murid dan akan sangat
berarti serta bermanfaat dalam pendidikan.
Dengan demikian tidaklah
berkelebihan bila dikatakan, bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes)
merupakan saran yang ampuh untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan.
Pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes), dapat mengembangkan derajat kepribadian bagi
seseorang murid yang mendasari di dalam
tindakannya yang nyata, di dalam aktivitasnya melibatkan unsur-unsur fisik,
mental, emosional, dan sosial.
Melalui pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) anak
didik akan memperoleh berbagai
pengalaman, terutama yang sangat erat kaitannya dengan kesan pribadi yang
menyenangkan, berbagai ungkapan yang kreatif, inovatif, keterampilan gerak,
kesegaran jasmani, membiasakan hidup sehat, pengetahuan, dan pemahaman terhadap
sesama manusia.
Kegunaan dan kemanfaatan pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) yang diterapkan pada anak-anak usia SD sudah diakui oleh masyarakat
umum, dan telah menjadi kenyataan pada dewasa ini bahwa pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes) merupakan bagian integral pendidikan penting dalam
persiapan secara menyeluruh bagi perkembangan manusia.
Berdasarkan uraian tentang pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) tersebut, bagaimana pandangan Anda terhadap pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes) yang sekarang dilaksanakan di sekolah-sekolah? Khususnya
di SD? Apakah anda mempunyai gambaran untuk melaksanakan pendidikan jasmani dan
kesehatan (penjaskes) di SD?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas merupakan pemikiran
bagi Anda, jika Anda kelak menjadi guru pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) atau mengajarkan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) di
SD. Bentuk-bentuk gerakan yang telah diprogramkan dalam pengajaran pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes), hanyalah merupakan salah satu alat dalam
upaya mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa
bukanlah mengajar Pengembangan Kemampuan Jasmani, Atletik, Senam, Permainan di
SD, akan tetapi mendidik murid-murid di SD melalui bentuk-bentuk gerakan yang
terdapat dalam Atletik, Senam, Permainan, dan sebagainya. Sedangkan tercapainya
suatu prestasi yang optimal yang diperoleh murid-murid SD dari bentuk-bentuk
gerakan Atletik, Senam, dan Permainan tersebut, adalah akibat dari hasil
pendidikan yang dilaksanakan dengan baik, yakni hasil dari pembentukan dan
pengembangan kepribadian serta peningkatan kemampuan dan keterampilan gerak
dasar yang ditanamkan kepada anak-anak, dengan benar dan baik serta dibimbing,
diarahkan, dan dikembangkan oleh gurunya.
Guru pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) berusaha
untuk memproses tercapainya tujuan yang nyata dari peningkatan pembelajaran pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes), yang sesuai dengan keadaan tingkat
kemampuannya. Dalam hal ini berarti bahwa anak-anak harus memperoleh
peningkatan kemampuan atau prestasi di dalam belajarnya, baik peningkatan dan
penguasaan terhadap keterampilan gerak, penyepurnaan gerakan, pengetahuan,
maupun nilai dan sikapnya. Guru pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes)
dapat dikatakan gagal atau tidak berhasil di dalam melaksanakan profesinya,
apabila anak-anak tidak memperoleh kemajuan atau peningkatan pertumbuhan dan
perkembangannya di dalam mengikuti pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) tersebut.
Oleh karena itu, apabila program pengajaran pendidikan
jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang diselenggarakan di sekolah (khususnya
SD) dapat terorganisasikan dengan baik akan dapat memberikan sumbangan yang
sangat berarti bagi pertumbuhan dan perkembangan murid-murid di SD, baik
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani yang harmonis, maupun dalam
rangka menyiapkan murid-murid secara psikologis yang mengarah kepada
usaha-usaha keras yang sangat berguna untuk meningkatkan kemantapan jasmani dan
rohani dalam membantu mengembangkan kemampuan dan kepribadian; yang sangat
besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri di dalam lingkungannya.
Kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) di SD berpangkal pada gerak murid, yang menampakan dirinya ke luar
terutama dalam bentuk-bentuk aktivitas jasmaninya. Namun bukanlah semata-mata
hanya berfungsi untuk merangsang dan mengembangkan organ-organ tubuh serta
fungsinya saja, melainkan juga demi pembentukan dan pengembangan kepribadian
yang utuh dan harmonis di dalam kehidupannya, yaitu dalam rangka membentuk
manusia cerdas yang dapat membangun dirinya sendiri dan yang secara
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Dengan demikian tidaklah berkelebihan bila dikatakan, bahwa Pendidikan jasmani dan kesehatan
(penjaskes) merupakan sarana yang ampuh untuk mewujudkan tercapainya
tujuan pendidikan. Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes), dapat
mengembangkan derajat kepribadian bagi seseorang yang mendasari di dalam
tindakannya yang nyata, di dalam aktivitasnya melibatkan unsur-unsur fisik,
mental, emosional, dan social
RUANG LINGKUP PENDIDIKAN JASMANI
ATLETIK
Pembelajaran
atletik di sekolah-sekolah tetap berpedoman pada kurikulum pendidikan jasmani
dan kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun bukan berarti bahwa semua
nomor atletik yang tercantum dalam kurikulum tersebut bisa dilaksanakan. Hal tersebut
terkait erat dengan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah yang
bersangkutan.
Banyak
guru-guru pendidikan jasmani yang hanya bisa mengajarkan satu dua nomor atletik
saja dalam satu tahun atau mungkin ada nomor-nomor yang tidak bisa diberikan
sama sekali kepada siswanya.
Secara
umum ruang lingkup pembelajaran atletik di sekolah-sekolah meliputi nomor-nomor
: jalan, lari, lompat dan lempar.
Pembagian
kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
1. Nomor jalan meliputi: jalan 5 km, 10
km, 20 km dan 50 km
2. Nomor lari dibagi lagi kedalam :
a. Lari jarak pendek meliputi:100 m,
200m, 400 m
b. Lari jarak menengah meliputi: 800 m
dan 1500 m
c. Lari jarak jauh meliputi: 5000 m ,
10.000 m, marathon
d. Lari estafet meliputi: 4 x 100 m, 4
x 400 m
3. Nomor lompat meliputi:
a. Lompat jauh gaya jongkok, melayang
dan gaya berjalan di udara.
b. Lompat tinggi gaya guling perut,
guling sisi dan flop.
c. Lompat jangkit
d. Lompat tinggi galah
e. Nomor lempar terdiri dari:
f. Tolak peluru gaya menyamping,
belakang dan memutar.
g. Lempar cakram
h.
Lempar lembing
1.
Teknik lari
Lari
jarak pendek atau Sprint adalah salah satu jenis lari yang dilombakan. Lari
jenis ini dilakukan dengan kecepatan tinggi dan menempuh jarak pendek yaitu:
lari jarak 100 meter,lari 200 meter,lari 400 meter, dan lari estafet atau lari
sambung. Pelari jarak pendek (sprinter) menggunakan segala kemampuannya agar
dapat secepatnya sampai garis finish. Untuk menjadi seorang sprinter atau
pelari jarak pendek yang handal diperlukan penguasaan teknik start dan teknik
lari yang benar, latihan start dan latihan teknik lari lakukan secara
sistematis dan terprogram. Adapun teknik start dan teknik lari jarak pendek
adalah sebagai berikut:
Teknik Start
Start
adalah sikap dan gerakan awal untuk memulai lari, start dalam nomor lari
terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
a.
Start berdiri (standing start) start berdiri digunakan untuk lari jarak menengah
dan lari jarak jauh.
b.
Start melayang (flying start) start melayang digunakan oleh pelari II, III, dan
IV dalam lari estafet 4 x 100meter
c.
Start Jongkok (cruched start) start jongkok digunakan dalam lari jarak pendek.
Start Jongkok
Start
Jongkok dibagi menjadi 3 macam start yaitu:
1.
Start pendek (bunch start)
2.
Start menengah (medium start)
3.
Start panjang (long start)
Cara melakukan start jongkok
a.
Lutut kaki belakang diletakan pada ujung kaki depan dengan jarak satu kepal
tangan.
b.
Kedua lengan lurus sejajar dengan bahu, telapak tangan (jari-jari) letakan
dibelakang garis start dengan telapak tangan membentuk "V"
terbalik.
c.
Pandangan lurus ke lintasan d. Berat badan berada dikedua tangan. Pada aba-aba
"Siap" memindahkan berat badan ke depan, Aba-aba "ya" atau
bunyi pistol secara reflek dan cepat melesat bertolak ke depan.
Untuk
lebih jelasnya lihat gambar dan ikuti langkah-langkah melakukan start jonkok di
bawah ini.
-
Aba-aba "bersedia" badan di bungkukan kedua telapak tangan bertumpu
dibelakang garis start
-
Aba-aba "siap" lutut di angkat, kedua kaki sedikit bergerak ke atas,
pandangan ke depan.
-
Aba-aba "ya" atau bunyi pistol, secara refleks dan cepat bertolak ke
depan
a.
Sikap melangkah kaki diangkat lalu ditekuk secara bergantian, kaki digerakan ke
depan dengan tumpuan ujung kaki.
b.
Sikap Badan Sikap badan bergerak ke depan, agak condong dan kaki mendorong
pinggul ke depan
c.
Pandangan ke arah depan sekitar 10 meter.
Teknik Lari
Teknik
lari dilakukan dengan cara
-
langkah atau gerakan kaki selebar dan secepat mungkin
-
pendaratan kaki pada ujung kaki
-
ayunan lengan rileks dan berirama dengan telapak tangan membuka
-
sikap badan condong ke depan.
Teknik Finish
Finish
adalah penyelesaian lari dengan melewati garis finish atau pita finish.
Ada
3 macam cara unutk masuk finish, yaitu:
1.
Lari terus tanpa mengurangi kecepatan
2.
pada saat menyentuh pita, dada dicondongkan ke depan dan ayunan tangan ke
belakang
3.
pada saat menyentuh pita, dada agak diputar dengan ayunan tangan ke depan
PERMAINAN KECIL
PERMAINAN KASTI
A. Cara
permainan
Pemain pemukul berada di dalam garis atau tempat
bebas, cara bermain antara lain:
a. Bola dilempar oleh salah seorang tim penjaga
b. bola tersebut dipukul oleh tim yang sedang memukul
c. Pemukul sesudah memukul harus cepat berlari ke daerah tiang pertolongan atau tiang hinggap.
B. Aturan Pertandingan atau Permainan
a. Bola dilempar oleh salah seorang tim penjaga
b. bola tersebut dipukul oleh tim yang sedang memukul
c. Pemukul sesudah memukul harus cepat berlari ke daerah tiang pertolongan atau tiang hinggap.
B. Aturan Pertandingan atau Permainan
Sebelum bermain kasti, ada beberapa
1. Gambar
Lapangan Kasti
2. Pemain
Kasti
dimainkan oleh 2 regu tiap regu berjumlah 15 orang, 3 sebagai cadangan atau
pengganti dan 12 sebagai pemain inti. Regu yang main disebut partai pemukul
regu yang jaga disebut partai lapangan
3. Tiang
Pertolongan
Tiang
pertolongan terbuat dari bahan yang tidak mudah patah, seperti besi, kayu,
piber atau bambutiang pertolongan ditancapkan di tengah lingkaran dengan
jari-jari 1 meter dan tinggi tiang pertolongan dari tanah ialah 1,5 meter,
jarak tiang pertolongan dengan garis pemukul adalah 5 meter dan jarak dari
garis samping 5 meter.
4. Tiang
Hinggap atau Tiang Bebas Tiang hinggap dalam permainan kasti ada dua buah, yang
ditancapkan dalam tanah lingkaran berjari-jari 1 meter. Kedua tiang tersebut di
tancapkan dengan jarak 5 meter dari garis belakang dan 10 meter dari garis
samping kanan dan kiri. Pemain yang sidah berada di tiang hinggap aman dari
incaran pemain penjaga yang memegang bola selagi pemain pemukul tidak
berpinddah ke tiang hinggap yang lainnya.
5. Nomor Dada
Dalam permainan kasti setiap pemain harus memakai nomor dada yang terbuat dari kain, terpasamg didepan dada dan punggung. Nomor dada terdiri atas nomor 1-15, nomor urut 1-12 untuk pemain inti dan untuk nomor 13-15 untuk pemain cadangan.
Dalam permainan kasti setiap pemain harus memakai nomor dada yang terbuat dari kain, terpasamg didepan dada dan punggung. Nomor dada terdiri atas nomor 1-15, nomor urut 1-12 untuk pemain inti dan untuk nomor 13-15 untuk pemain cadangan.
6. Lama
Permainan
Lamanya
permainan di tentukan dengan dua macam cara yaitu,
a.
Pertama ditentukan dengan waktu.
Jika di tentukan dengan waktu maka
lama permainan adalah 2 x 20 menit dengan istirahat 5 menit atau 2 x 30 menit
dengan istirahat 10 menit.
b. Kedua
dilakukan dengan inning.
Inning ialah jumlah pergantian regu
pemukul menjadi regu penjaga atau sebaliknya. Jika ditentukan dengan cara
inning, jumlah inning dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua regu atau
panitia .
7. Pukulan
Benar
Pukulan
dinyatakan benar apabila:
a.
Bola setelah dipukul lewat garis
pemukul dan jatuh atau mengenai benda yang berada didalam lapangan permainan
b.
Bola setelah di pukul melewati garis
pemukul dan jatuh atau mengenai benda di luar lapangan setelah melewati bendera
atau pembatas setengah lapangan permainan.
8. Pukulan
tidak sah atau Luncas
Pukulan
dinyatakan luncas (tidak sah) apabila dalam usaha memukul kayu pemukul tidak
mengenai bola yang dilambungkan oleh pelambung.
9. Pukulan
Salah
Pukulan
salah apabila bola setelah di pukul tapi masih berada di areal pukul atau jatuh
diareal pukul. Serta bola keluar lapangan sebelum melewati garis tengah.
10. Hak Memukul
Hak bagi
pemukul antara lain sebagai berikut:
a.
setiap pemain dari regu pemukul
memiliki hak memukul satu kali pukulan dalam satu kesempatan.
b. Pembebas
(velouser) memiliki hak memukul sebanyak tiga kali, seorang pemukul dinyatakan
sebagai pembebas apabila ia satu-satunya pemain yang ada di ruang bebas.
11. Lambungan
Benar
Lambungan
dinyatakan benar apabila:
a.
Bola dilambungkan sesuai dengan arah
permintaan pemain pemukul.
b. Bola melaju
dalam ketinggian antara lutut dan kepala pemain pemukul.
c. Bola melaju
tanpa ada gerakan putaran yang di sengaja.
12. Cara
penilaian dalam permainan ini adalah:
a. Seorang
pemukul yang benar pukulannya dapat kembali ke ruang bebas atas pukulannya
sendiri nilai 2. Kejadian tersebut disebut ran.
b. Seorang pemukul
yang benar pukulannya dapat kembali ke ruang bebas atas bantuan pukulan teman
nilai 1.
c. Panjaga
lapangan mendapat nilai satu apabila dapat menangkap bola pukulan lawan sebelum
kena tanah.
d. Nilai 2
diberikan apabila seorang pemain dan regu pemukul dengan pukulannya sendiri dan
benar dapat langsung kembali ke ruang bebas tanpa dimatikan lawan atau
dinyatakan mati oleh wasit
13. Pemain Mati
Seorang
pemain dari regu pemukul dinyatakan mati apabila anggota tubuh selain kepala
terkena lemparan bola dari regu penjaga selama perjalanan, dan pemain mati bila
sengaja menerima bola dengan kepala atas lemparan penjaga.
14. Bola Mati
Bola mati
adalah bola yang sudah tidak bisa dimainkan kembali di dalam permainan atau
lapangan. Adapun beberapa bola yang dianggap mati antara lain:
a.
Bola dipegang pelambung dan
pelambung berdiri pada tempatnya
b. Apabila Pada
pukulan salah atau tidak kena
c. Apabila bola
hilang sehingga dicari tidak ketemu
d. Terjadi
Pergantian bebas
15. Pergantian
Partai atau Pergantian Tempat
a.
Pergantian Bebas
1. Regu penjaga
berhasil menangkap bola sebanyak 3 kali berturut-turut.
2. Pembebas
memukul 3 kali salah
3. Ruang
bebas di bakar oleh regu penjaga
4. Seorang
pelari pada waktu berlari keluar dari batas lapangan permainan.
5. Pada saat
melakukan pukulan kayu pemukul terlepas dari tangan pemukul dan keluar ari
ruang pemukul
6. Anggota
regu pemukul keluar dari ruang bebas
7. Regu
pemukul merugikan lawan
8. Pemain
pelari atau pemukul masuk keruang bebas melewati garis belakang ruang bebas.
b.
Pergantian Tidak BebasPergantian tidak bebas terjadi apabila salah seorang dari
anggota regu pemukul terkena lemparan yang sah selama dalam perjalanan menuju
ketiang hinggap atau keruang bebas, dan regu pemkul tidak dapat mengenai regu
penjaga kembali pada saat bola bebas.
16. Perwasitan
Wasit berada di luar lapangan baik sebelah kanan maupun kiri, ada pun tugas wasit serta kode tiupan peluit antara lain:
Wasit berada di luar lapangan baik sebelah kanan maupun kiri, ada pun tugas wasit serta kode tiupan peluit antara lain:
a.
Bila permulaan permainan wasit
memanggil kedua kapten dari masing-masing tim untuk melakukan tos atau siapa
yang mulai permainan terlebih dahulu baik sebagai pemukul maupun penjaga.
b.
Mengatur jalannya pertandingan
c.
Mengecek kesiapan skoring sit
d.
Mengecek nama pemain dan nomor dada
e.
Wasit meniup peluit 3 x panjang
untuk memulai pertandingan
f.
Pada saat memanggil pemain pemukul
untuk memukul wasit meniup peluit 3x pendek.S
g.
Pada saat pukulan salah wasit
melakukan kode tiupan peluit sebanyak 2x pendek.
h.
Bila terjadi pemain terkena lemparan
bola sebelum tiang pertolongan atau tiang bebas dan ruang bebas, wasit meniup
peluit 1x panjang tanda pergantian bebas.
i.
Bila bola hilang wasit meniup peluit
3x pendek
j.
Setelah permainan selesai permainan
atau waktu habis wasit meniup peluit 3x panjang
17. Skoring Sit
Skoringsit
adalah pembantu wasit untuk jalannya suatu pertandingan, tugasnya adalah:
a.
mengecek pemain.
b.
menyamakan nomor dada dengan nama
yang ada di skoring sit yang diberikan oleh masing-masing regu.
c.
memanggil pemain yang akan melakukan
pukulan.
d.
bila ada pergantian pemain skoring
sit lah yang bertanggung jawab atas kecocokan yang ada pada skoring sit
tersebut.
e.
menghitung nilai masing-masing regu.
f.
menghitung pukulan salah pemain
pemukul
PERMAINAN BOLA BAKAR
Permainan
Bola Bakar dahulu dikenal dengan nama slagbal, yang berasal dari negeri
Belanda, slagbal berarti bola pukul. Dalam permainan ini selain menggunakan
bola kecil, tongkat pemukul, dan tiang. Juga menggunakan tong pembakar,
sehingga hingga kini permainan ini dinamakan Bola bakar. Adapun bentuk dan cara
bermainnya sangat sederhana dan mudah,sebagai berikut :
1. Sarana
yang digunakan :
Permainan Bola Bakar ini juga tidak
lepas dari sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang berlangsungnya
permainan ini, antara lain sebagai berikut
1.1. Lapangan
Lapangan merupakan sarana yang
terpenting dalam Permainan Ronders, mengingat permainan ini memerlukan tempat
yang luas.
1.2. Tongkat pemukul :
Tongkat pemukul yang digunakan
berbahan dari kayu serat yang panjang. Adapun ukuran panjang pemukulnya antara
50 s.d 60 cm dengan panjang pegangannya antara 15 – 20 cm. garis tengahnya 3 cm.
1.3. Bola :
Bola terbuat dari karet yang tidak
terlalu keras dengan bagian dalam diisi dengan serabut kelapa atau sejenisnya.
Bola dengan berat 70 – 85 gram ini mempunyai keliling sebesar 19 – 21 gram.
Biasanya penampang bola diberi warna mencolok, seperti warna merah.
1.4. Tiang hinggap :
Menggunakan besi/ bamboo / kayu
dengan tinggi dari tanah 1,5 m. di sekeliling tiang hinggap harus diberi
semacam lingkaran, yang berguna untuk pembatas pemain yang sedang hinggap
disana agar tidak keluar dari tiang hinggap, sehingga bisa dilempar oleh
penjaga.
1.5. Papan hangus :
Ada yang unik dari permainan bola
bakar ini, yaitu tersedianya papan penghangus. Papan ini terbuat dari bahan
yang jika bola dipukulkan bisa terdengar oleh pemain dan penjaga. Dan istilah
untuk bola yang dilemparkan ke tong pembakar dinamakan bola terbakar. Oleh
karena itu permainan ini dinamakan bola bakar.
2.
Jumlah pemain
Tidak ada perbedaan antara jumlah
pemai dalam ke empat jenis permainan bola kecil ini. Yaitu untuk jumlah tiap
regunya terdiri dari 12 orang pemain dengan 3 orang sebagai cadangan. Di setiap
pemain inti diberi nomor punggung dan dada dari 1 – 12. Salah seorrang
dijadikan kapten regu.
3.
Wasit
Sebagai sebuah permainan yang akan
dipertontonkan kepada khalayak, sudah menjadi aturan yang baku untuk
mencantumkan wasit sebagai pengadil dilapangan, agar permainan terlihat lebih
menarik untuk dimainkan dan dinikmati, adapun wasit dalam Permainan Bola bakar
berjumlah 5 orang dengan tugas masing – masing wasit sebagai berikut :
3.1. Seorang wasit
kepala, bertugas sebagai pemimpin pertandingan
3.2. Tiga orang hakim
garis yang membantu hakim kepala untuk memimpin pertandingan
3.3.
Seorang pencatat nilai yang bertugas mencatat skor masing – masing regu guna
menentukan pemenang jika permainan selesai.
4.
Waktu permainan
Jalannya pertandingan permainan bola
bakar ditentukan oleh waktu. Adapun waktu yang ditentukan adalah antara 25 – 30
menit tergantung kesepakatan sebelum pertandingan dimulai. Diantara waktu inti
diselingi istirahat selama 5 – 10 menit.
5.
Jalannya permainan :
Permainan bola bakar dapat dilakukan
oleh putra/putri maupun campuran dengan seorang kapten yang melakukan undian
bersama wasit sebagai pengawasnya. Dalam permainan bola bakar ada beberapa
perbedaan yang mendasar dari permainan kasti antara lain :
5.1.Pemukul
:
Setiap pemukul mempunyai kesempatan
memukul 3 kali. Pukulan dinyatakan betul jika telah melewati garis muka dan
jatuh di dalam garis salah dan perpanjangannya. Setelah melakukan pukulan,
pemukul harus meletakkan tongkatnya ditempat semula dan berlari ketiang
hinggap. Setiap pemain pemukul dapat dimatikan sebanyak 10 kali.
5.2.Penjaga
:
Berusaha mematikan lawan baik dengan
membanting bola ke tong pembakar maupun dengan melakukan tangkap bola.
5.3.Pergantian
tempat :
Maksudnya adalah berganti tugas
antara pemukul yang berubah menjadi penjaga kaena suatu sebab. Adapun sebab itu
antara lain telah terjadi tangkap bola sebanyak 5 – 10 kali, tergantung
kesepakatan sebelum pertandingan. Telah terjadi mati sebanyak 10 kali. Di dalam
ruang bebas sudah tidak ada satupun pemain dari regu pemukul maupun pelambung.
5.4.Kesalahan
( mati ) yang dicatat wasit :
Tindakan pemukul yang dinyatakan
mati oleh wasit adalah kesalahan memukul sebanyak 3 kali. Meletakkan kayu
pemukul tidak pada tempatnya. Pada saat berlari pemain tidak menyentuh tiang
hinggap yang dilaluinya. Pemain menggangu bola. Dan yang terakhir adalah
pembakar telah memukulkan bola ke tong pembakar.
6.
Nilai :
Seorang pemain akan mendapat skor /
nilai jika memenuhi criteria sebagai berikut :
6.1.Seorang
pelari akan mendapat nilai 2 jika pelari tersebut dapat memukul bola dan
dinyatakan sah, dan berlari ketiang – tiang hinggap serta dapat kembali ke
ruang bebas dengan pukulannya sendiri, dan tidak melakukan kesalahan dalam
larinya.atau istilah dalam permainan adalah home run.
6.2.Seorang
pemain yang melakukan pukulan sah dan berlari ketian g hinggap, berhenti disana
untuk menunggu giliran pukulan berikutnya tiba, dan berlari kembali jika
pukulan berikutnya dinyatakan sah dan kembali ke ruang bebas tanpa melakukan
kesalahan, maka orang tersebut mendapat nilai 1.
MENGENALAN DAN BAHAYA NARKOBA BAGI
REMAJA
Disampaikan dalam kegiatan penyuluhan “Upaya Penyelamatan
Generasi Muda Melalui Penyuluhan Pengetahuan Bahaya dan Cara Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkoba” tanggal 8 September 2009”
Saat
ini masalah narkoba atau napza sudah menjadi masalah yang menggejala di
lingkungan kita, terutama remaja. Namun data akhir-akhir ini, bahaya narkoba
ternyata tidak hanya mengancam anak-anak pada usia remaja, narkoba bahkan sudah
dikonsumsi oleh anak-anak di bawah usia remaja. Berdasarkan data BNN (Badan
Narkotika Nasional), jumlah pengguna narkoba di Indonesia tiap tahun terus
meningkat sehingga mengancam masa depan generasi muda. Tercatat pada tahun
2007, 81.702 pelajar di lingkungan SD, SMP dan SMA menggunakan narkoba. Data
ini setiap tahun
terus
meningkat. NARKOBA atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi
kondisi kejiwaan / psikologis seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta
dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologis. Yang termasuk dalam
NAPZA, yaitu narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.Narkoba dapat
menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis.Apa itu Narkoba ?
Narkoba
(singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif berbahaya lainnya)
adalah bahan/zat yang jika dimasukkan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum,
dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan,
dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik
dan psikologis Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing,
jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar
ganja. Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta
campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.
Psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Sedatin (Pil BK),
Rohypnol, Magadon, Valium, Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon,
Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic
Alis Diethylamide),dsb.
Bahan
Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun
sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang dapat
mengganggu sistim syaraf pusat. Alkohol yang mengandung ethyl etanol,
inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan
efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang beralkohol atau obat
anaestetik jika aromanya dihisap. Contoh: lem/perekat, aceton, ether, dsb.
Berdasarkan
efeknya, narkoba tersebut bisa dibedakan menjadi tiga:
i.
Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan
mengurangi aktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan
bisa membuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa
mengakibatkan kematian. Jenis narkoba depresan antara lain opioda, dan berbagai
turunannya seperti morphin dan heroin. Contoh yang populer sekarang adalah
Putaw. Depresan menimbulkan pengaruh yang bersifat menenangkan. Dengan obat
ini, orang yang merasa gelisah atau cemas misalnya, dapat menjadi tenang.
Tetapi bila obat penenang digunakan tidak sesuai dengan indikasi dan petunjuk
dokter, apalagi digunakan dalam dosis yang berlebihan, justru dapat menimbulkan
akibat buruk lainnya.
ii.
Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan mening katkan
kegairahan serta kesadaran. Jenis stimulan: Kafein, Kokain, Amphetamin. Contoh
yang sekarang sering dipakai adalah Shabu-shabu dan Ekstasi. Stimulan
menimbulkan pengaruh yang bersifat merangsang sistem syaraf pusat sehingga
menimbulkan rangsangan secara fisik dan psikis. Ecstasy, yang tergolong
stimulan, menyebabkan pengguna merasa terus bersemangat tinggi, selalu
gembira,ingin bergerak terus, sampai tidak ingin tidur dan makan. Akibatnya
dapat sampai menimbulkan kematian.Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah
daya persepsi atau mengakibatkan halusinasi.
iii.
Halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman seperti
mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran. Selain itu ada
jugayang diramu dilaboratorium seperti LSD. Yang paling banyak dipakai adalah
marijuana atau ganja Halusinogenik seperti marijuana atau ganja, mengakibatkan
timbulnya halusinasi sehingga pengguna tampak senang berkhayal. Tetapi sekitar
40-60 persen pengguna justru melaporkan berbagai efek samping yang tidak
menyenangkan, misalnya muntah, sakit kepala, koordinasi yang lambat, tremor,
otot terasa lemah, bingung, cemas, ingin bunuh diri, dan beberapa akibat
lainnya
PENYALAHGUNAAN
NARKOBA
Kebanyakan
zat dalam narkoba sebenarnya digu nakan untuk pengobatan dan penelitian. Tetapi
karena berbagai alasan-mulai dari keinginan untuk coba-coba, ikut trend/gaya,
lambang status sosial, ingin melupakan persoalan, dll. ,maka narkoba kemudian
disalahgunakan. Penggunaan terus menerus dan berlanjut akan menyebabkan
ketergantungan atau dependensi, disebut juga kecanduan.
Ada
beberapa alasan, seseorang menggunakan narkoba, seperti misalnya :
1. Menggunakan narkoba di kalangan
lingkungan pergaulan sudah dianggap hal yang wajar bahkan sebagai suatu gaya
hidup masa kini
2. Pada awalnya dibujuk orang agar
merasakan manfaatnya
3. Ada keinginan lari dari masalah yang
ada, untuk merasakan kenikmatan sesaat
4. Sudah terjadi ketergantungan dan
tidak ada keinginan untuk berhenti, dan lain-lain
Penyalahgunaan
ini tentu saja berdampak pada kehidupan seseorang, baik secara fisik, psikis
dan sosial. Seberapa besar dampak yang terjadi sangat tergantung pada : jenis
narkoba yang igunakan, cara menggunakan dan lama penggunaan.
1. Dampak Fisik
Secara
fisik, penyalahgunaan narkoba menyebabkan :
a.
Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti:
kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.
b. Gangguan pada jantung dan pembuluh
darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran
darah
c. Gangguan pada kulit (dermatologis)
seperti: penanahan (abses), alergi, eksim
d. Gangguan pada paru-paru (pulmoner)
seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan
paru-paru.
e. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah,
murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur
f. Dampak terhadap kesehatan reproduksi
adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi
(estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual
g. Dampak terhadap kesehatan reproduksi
pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi,
ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid)
h. Bagi pengguna narkoba melalui jarum
suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah
tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum
ada obatnya
i.
Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi
Over Dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over
dosis bisa menyebabkan kematian
2. Dampak fisikis
Selain fisik, ada juga dampak psikis
yang mungkin terjadi, seperti :
a.Lamban kerja, ceroboh kerja,
sering tegang dan gelisah
b.Hilang kepercayaan diri, apatis,
pengkhayal, penuh curiga
c.Agitatif, menjadi ganas dan
tingkah laku yang brutal
d.Sulit berkonsentrasi, perasaan
kesal dan tertekan
e.Cenderung menyakiti diri, perasaan
tidak aman, bahkan bunuh diri
3. Dampak sosial
Dampak sosial yang mungkin terjadi antara lain :
a.Gangguan mental, anti-sosial dan
asusila, dikucilkan oleh lingkungan
b.Merepotkan dan menjadi beban
keluarga
c.Pendidikan menjadi terganggu, masa
depan suram
Seringkali orang berpikir bagaimana seseorang bisa terlibat
dalam penggunaan narkoba sementara orang lain tidak. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang menggunakan narkoba, antara lain:
1. Factor individual
Yang
termasuk dalam faktor individual antara lain :
a. Faktor
kepribadian
b. Faktor
usia.
c. Pandangan
atau keyakinan yang keliru
d. Relijiunitas/
pemahaman tentang agama
2. Factor lingkungan
Faktor lingkungan yang sedikit
banyak mempengaruhi seseorang menggunakan narkoba seperti misalnya:
a. Lingkungan keluarga
Seperti komunikasi orang tua dan
anak kurang baik, orang tua yang bercerai, kawin lagi, orang tua terlampau
sibuk, acuh, orang tua otoriter dan sebagainya.
b. Lingkungan bergaul
Misalnya lingkungan kurang baik di
sekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat.
Mengenali Penyalahguna Narkoba melalui Gejala Perubahan
Fisik dan Perilaku
Ketika
seseorang menggunakan narkoba, tidak mudah baginya untuk bersembunyi dari apa
yang telah terjadi pada dirinya. Perubahan secara fisik, sikap dan perilakunya
akan mudah untuk dikenali bahwa dia menggunakan narkoba. Adapun tanda-tanda
perubahan fisik, sikap dan perilaku pengguna narkoba adalah sebagai berikut:
1.
Perubahan fisik
Pada
saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh
tak acuh), mengantuk, agresif. Bila terjadi kelebihan dosis (overdosis) : nafas
sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal.
Saat sedang ketagihan (sakau) : mata merah, hidung berair, menguap terus,
diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang, kesadaran menurun.
Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap
kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada lengan
2.
Perubahan sikap dan prilaku
Prestasi
di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering membolos, pemalas,
kurang bertanggung jawab. Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi
hari, mengantuk di kelas.Sering berpergian sampai larut malam, kadang tidak
pulang tanpa ijin. Sering mengurung diri, berlama-lama di kamar mandi,
menghindar bertemu dengan anggota keluarga yang lain. Sering berbohong, minta
banyak uang dengan berbagai alasan, tapi tidak jelas penggunaannya, mengambil
dan menjual barang berharga milik sendiri atau keluarga, mencuri, terlibat
kekerasan dan sering berurusan dengan polisi. Sering bersikap emosional, mudah
tersinggung, pemarah, kasar, bermusuhan, pencurigaan, tertutup dan penuh
rahasia.
Mengapa remaja?
Masa remaja merupakan masa transisi,
yaitu suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Masalah
utama remaja pada umumnya adalah pencarian jati diri. Mereka mengalami krisis
identitas karena untuk dikelompokkan ke dalam kelompok anak-anak merasa sudah
besar, namun kurang besar untuk dikelompokkan dalam kelompok dewasa. Hal ini
merupakan masalah bagi setiap remaja. Oleh karena itu, seringkali memiliki
dorongan untuk menampilkan dirinya sebagai kelompok tersendiri. Dorongan ini
disebut sebagai dorongan originalitas. Namun dorongan ini justru sering kali
menjerumuskan remaja pada masalah-masalah yang serius, seperti nakoba.
Pada awalnya remaja, berkeinginan
untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang
sebagai bentuk kebutuhan sosialisasi terhadap kelompoknya. Walaupun
sebenanarnya kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa justru
memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba. Data menunjukkan
bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia remaja.
Masalah menjadi lebih gawat lagi
bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS di
kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum
suntik secarabergantian. Bangsa ini akan kehilangan remaja yang sangat banyak
akibat penyalahgunaan narkoba dan merebaknya HIV/AIDS. Kehilangan remaja sama
dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa.
Oleh karena itu dalam kerentanan di
masa remaja, dibutuhkan pengertian dan dukungan orangtua dan keluarga. Bila
kebutuhan remaja kurang diperhatikan, maka remaja akan terjebak dalam
perkembangan pribadi yang "lemah", bahkan dapat dengan mudah
terjerumus ke dalam belenggu penyalahgunaan narkoba.Fakta berbicara bahwa tidak
semua keluarga mampu menciptakan kebahagiaan bagi semua anggotanya, terutama
bagi anak yang menginjak remaja. Banyak keluarga mengalami problema-problema
tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan hubungan keluarga. Banyak keluarga
berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua yang tidak harmonis dan kurangnya
komunikasi antara mereka. Berhadapan dengan situasi demikian, remaja merasa
bimbang, bingung dan ketiadaan pegangan dalam hidupnya. Apalagi ditambah dengan
sikap dan watak orangtua yang otoriter.
Remaja akhirnya terdorong untuk
mencari sendiri pegangan hidupnya. Dalam pencarian inilah mereka akhirnya
terjerumus ke dalam narkotika. Faktor ketidakharmonisan dalam keluarga memiliki
kontribusi kuat pada munculnya permasalahan yang dialami remaja. Dikatakan
bahwa usia remaja adalah usia serba tidak pasti, penuh gejolak. Remaja, di satu
pihak, ingin melepaskan diri dari pengaruh orangtua. Namun di lain pihak ia
belum sepenuhnya berdiri sendiri. Dengan demikian jika orangtua tidak bisa
menjadi tempat yang aman bagi remaja, maka remaja akan mencari tempat sandaran
lain berupa kelompok para remaja yang tidak tertutup kemungkinan telah terlibat
narkotika. Narkotika akhirnya bisa dilihat oleh remaja sebagai pengganti kasih
sayang dan perhatian yang tidak mereka alami dari orangtua di rumah.
Bagaimana solusinya….?
Berbagai
upaya berbagai pihak untuk mengatasi permasalahan narkoba yang sering dialami
para remaja. Ada tiga tingkat intervensi yang dapat dilakukan, yaitu:
1.
Primer, sebelum penyalahgunaan terjadi,
biasanya dalam bentuk pendidikan, penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba,
pendekatan melalui keluarga, dll. Instansi pemerintah, seperti halnya BKKBN,
lebih banyak berperan pada tahap intervensi ini. kegiatan dilakukan seputar
pemberian informasi melalui berbagai bentuk materi KIE yang ditujukan kepada
remaja langsung dan keluarga
2. Sekunder, pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya
penyembuhan (treatment). Fase ini meliputi: Fase penerimaan awal antara 1 -3
hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental, dan Fase detoksifikasi dan
terapi komplikasi medik, antara 1-3 minggu untuk melakukan pengurangan
ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap.
3.
Tertier, yaitu upaya untuk merehabilitasi
mereka yang sudah memakai dan dalam proses penyembuhan. Tahap ini biasanya
terdiri atas Fase stabilisasi, antara 3-12 bulan, untuk mempersiapkan pengguna
kembali ke masyarakat, dan Fase sosialiasi dalam masyarakat, agar mantan
penyalahguna narkoba mampu mengembangkan kehidupan yang bermakna di masyarakat.
Tahap ini biasanya berupa kegiatan konseling, membuat kelompok-kelompok
dukungan, mengembangkan kegiatan alternatif, dll.
Ketiga
upaya di atas dapat dilakukan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi saat
itu, apakah perlu dilakukan upaya primer, sekunder atau tertier.Selain itu, ada
juga pendapat yang menyatakan bahwa permasalahan remaja tersebut dapat
diupayakan dengan tiga pendekatan, yaitu :
1.
Pendekatan Agama, dengan menanamkan ajaran-ajaran
agama. Yang diutamakan bukan hanya ritual keagamaan, melainkan memperkuat nilai
moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Pendekatan Psikologis, dengan mengenali dan memahami
karakteristik kepribadian. Mengenali remaja beresiko tinggi menyalahgunaan
NAPZA dan melakukan intervensi terhadap mereka agar tidak menggunakan NAPZA.
3.
Pendekatan Sosial, dengan menciptakan lingkungan
keluarga dan masyarakat yang positif. Hal ini dapat dilakukan melalui
komunikasi dua arah, bersikap terbuka dan jujur, mendengarkan dan menghormati
pendapat anak.
Masalah
pencegahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah menjadi tugas dari sekelompok orang
saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya pencegahan penyalahgunaan
NAPZA yang dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya dengan pengetahuan
yang cukup tentang penanggulangan tersebut. Peran orang tua dalam keluarga dan
juga peran pendidik di sekolah sangatlah besar bagi pencegahan penaggulangan
terhadap NAPZA.
DAFTAR PUSTAKA
Bucher, Charles A.
(1979). Foundations of Physical Education, (8th Ed.), St. Louis,
MI., Mosby Company.
Buscher, Craig A.
(1994). Teaching Children Movement Concepts and Skills, Champaign, III. :
Human Kinetics Publisher, Inc.,
Dauer, V., &
Pangrazi, R. (1986). Dynamic Physical Education For Elementary School
Children, (8th Ed.), New York: Macmillan
Freeman, William H.
(2001). Physical Education and Sport in A Changing Society. (Sixth
Ed.). Boston. Allyn and Bacon.
Gabbard, Carl., LeBlanc,
Betty., and Lowy, Susan. (1994). Physical Education for Children: Building the
Foundation, (2nd Ed.), New Jersey: Prentice Hall.
Graham, G. (1992). Teaching
Children Physical Education, Becoming Master Teacher, Champaign, III. :
Human Kinetics Publisher, Inc.,
Kogan, Sheila.
(1982). Step By Step: A Complete Movement Education Curriculum From
Preschol to 6th Grade, California: Front Row Experience.
Malina, R., &
Bouchard, C. (1978) Growth, Maturation and Physical Activity,
Champaign, III: Human Kinetic Publisher, Inc.
Siendtop, D.
(1991). Developing Teaching Skill in Physical Education, 3rd Ed.,
Palo Alto, CA: Mayfield.
Tinning, R., Mcdonald,
D., Wright, J., and Hickey, C. (2001). Becoming Physical Education
Teacher: Contemporary and Enduring Issues. Frenchs Forest, NSW. Prentice
Hall.
Kusmaryani.R.E.2009.ttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/%28C%29%20Mengenal%20Bahaya%20Narkoba%20bagi%20Remaja%202009_0.pdf.