Rabu, 29 April 2015

materi pendidikan jasmani


[Type the company name]

[Year]
    
    


 



PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN (PENJASKES) DAN KESEHATAN
(PENJASKES)


LATAR BELAKANG
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes), olahraga dan kesehatan yang diajarkan di sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat.
Pendidikan memiliki sasaran pedagogis, oleh karena itu pendidikan kurang lengkap tanpa adanya pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes), olahraga dan kesehatan, karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alami berkembang searah dengan perkembangan zaman. Selama ini telah terjadi kecenderungan dalam memberikan makna mutu pendidikan yang hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan kognitif. Pandangan ini telah membawa akibat terabaikannya aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni, psikomotor, serta life skill.
Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan akan memberikan peluang untuk menyempurnakan kurikulum yang komprehensif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes), olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional sportivitas- spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) sebagai komponen pendidikan secara keseluruhan telah disadari oleh banyak kalangan. Namun, dalam pelaksanaannya pengajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) berjalan belum efektif seperti yang diharapkan. Pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) cenderung tradisional. Model pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) tidak harus terpusat pada guru tetapi pada siswa. Orientasi pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan anak, isi dan urusan materi serta cara penyampaian harus disesuaikan sehingga menarik dan menyenangkan, sasaran pembelajaran ditujukan bukan hanya mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi pada perkembangan pribadi anak seutuhnya. Konsep dasar pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dan model pengajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang efektif perlu dipahami oleh mereka yang hendak mengajar pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes).

















KONSEPSI DAN FALSAFAH PENDIDIKAN JASMANI

Pengertian Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes)
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Artinya, penjas bukan hanya dekorasi atau ornamen yang ditempel pada program sekolah sebagai alat untuk membuat anak sibuk. Tetapi penjas adalah bagian penting dari pendidikan. Melalui penjas yang diarahkan dengan baik, anak-anak akan mengembangkan keterampilan yang berguna bagi pengisian waktu senggang, terlibat dalam aktivitas yang kondusif untuk mengembangkan hidup sehat, berkembang secara sosial, dan menyumbang pada kesehatan fisik dan mentalnya.
Meskipun penjas menawarkan kepada anak untuk bergembira, tidaklah tepat untuk mengatakan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) diselenggarakan semata-mata agar anak-anak bergembira dan bersenang-senang. Bila demikian seolah-olah pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) hanyalah sebagai mata pelajaran ”selingan”, tidak berbobot, dan tidak memiliki tujuan yang bersifat mendidik.
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan wahana pendidikan, yang memberikan kesempatan bagi anak untuk mempelajari hal-hal yang penting. Oleh karena itu, pelajaran penjas tidak kalah penting dibandingkan dengan pelajaran lain seperti; Matematika, Bahasa, IPS dan IPA, dan lain-lain.
Namun demikian tidak semua guru penjas menyadari hal tersebut, sehingga banyak anggapan bahwa penjas boleh dilaksanakan secara serampangan. Hal ini tercermin dari berbagai gambaran negatif tentang pembelajaran penjas, mulai dari kelemahan proses yang menetap misalnya membiarkan anak bermain sendiri hingga rendahnya mutu hasil pembelajaran, seperti kebugaran jasmani yang rendah.
Di kalangan guru penjas sering ada anggapan bahwa pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dapat dilaksanakan seadanya, sehingga pelaksanaannya cukup dengan cara menyuruh anak pergi ke lapangan, menyediakan bola sepak untuk laki-laki dan bola voli untuk perempuan. Guru tinggal mengawasi di pinggir lapangan.
Mengapa bisa terjadi demikian? Kelemahan ini berpangkal pada ketidakpahaman guru tentang arti dan tujuan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) di sekolah, di samping ia mungkin kurang mencintai tugas itu dengan sepenuh hati.
Apakah sebenarnya pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dan apa tujuannya? Secara umum pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dapat didefinisikan sebagai berikut:
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan.
Definisi di atas mengukuhkan bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan umum. Tujuannya adalah untuk membantu anak agar tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Pencapaian tujuan tersebut berpangkal pada perencanaan pengalaman gerak yang sesuai dengan karakteristik anak.
Jadi, pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) diartikan sebagai proses pendidikan melalui aktivitas jasmani atau olahraga. Inti pengertiannya adalah mendidik anak. Yang membedakannya dengan mata pelajaran lain adalah alat yang digunakan adalah gerak insani, manusia yang bergerak secara sadar. Gerak itu dirancang secara sadar oleh gurunya dan diberikan dalam situasi yang tepat, agar dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak didik.
Tujuan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) sudah tercakup dalam pemaparan di atas yaitu memberikan kesempatan kepada anak untuk mempelajari berbagai kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan potensi anak, baik dalam aspek fisik, mental, sosial, emosional dan moral. Singkatnya, pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) bertujuan untuk mengembangkan potensi setiap anak setinggi-tingginya.
Tujuan di atas merupakan pedoman bagi guru penjas dalam melaksanakan tugasnya. Tujuan tersebut harus bisa dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang direncanakan secara matang, dengan berpedoman pada ilmu mendidik. Dengan demikian, hal terpenting untuk disadari oleh guru penjas adalah bahwa ia harus menganggap dirinya sendiri sebagai pendidik, bukan hanya sebagai pelatih atau pengatur kegiatan.
Misi pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) tercakup dalam tujuan pembelajaran yang meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotor. Perkembangan pengetahuan atau sifat-sifat sosial bukan sekedar dampak pengiring yang menyertai keterampilan gerak. Tujuan itu harus masuk dalam perencanaan dan skenario pembelajaran. Kedudukannya sama dengan tujuan pembelajaran pengembangan domain psikomotor.
Dalam hal ini, untuk mencapai tujuan tersebut , guru perlu membiasakan diri untuk mengajar anak tentang apa yang akan dipelajari berlandaskan pemahaman tentang prinsip-prinsip yang mendasarinya. Pergaulan yang terjadi di dalam adegan yang bersifat mendidik itu dimanfaatkan secara sengaja untuk menumbuhkan berbagai kesadaran emosional dan sosial anak. Dengan demikian anak akan berkembang secara menyeluruh, yang akan mendukung tercapainya aneka kemampuan.
Dasar Falsafah Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes)
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan umum. Lewat program penjas dapat diupayakan peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas, proses pendidikan di sekolah akan pincang.
Sumbangan nyata pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) adalah untuk mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) menjadi unik, sebab berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya untuk membina keterampilan. Hal ini sekaligus mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dari pelajaran-pelajaran lainnya. Jika pelajaran lain lebih mementingkan pengembangan intelektual, maka melalui pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) terbina sekaligus aspek penalaran, sikap dan keterampilan.
Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes), yaitu:
  • meningkatkan kebugaran jasmani dan kesehatan siswa,
  • meningkatkan terkuasainya keterampilan fisik yang kaya, serta
  • meningkatkan pengertian siswa dalam prinsip-prinsip gerak serta bagaimana menerapkannya dalam praktek.
Adakah pelajaran lain (seperti bahasa, matematika, atau IPS) yang bisa menyumbang kemampuan-kemampuan seperti di atas?
Untuk meneliti aspek penting dari penjas, dasar-dasar pemikiran seperti berikut perlu dipertimbangkan:


1. Kebugaran dan kesehatan
Kebugaran dan kesehatan akan dicapai melalui program pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang terencana, teratur dan berkesinambungan. Dengan beban kerja yang cukup berat serta dilakukan dalam jangka waktu yang cukup secara teratur, kegiatan tersebut akan berpengaruh terhadap perubahan kemampuan fungsi organ-organ tubuh seperti jantung dan paru-paru. Sistem peredaran darah dan pernapasan akan bertambah baik dan efisien, didukung oleh sistem kerja penunjang lainnya. Dengan bertambah baiknya sistem kerja tubuh akibat latihan, kemampuan tubuh akan meningkat dalam hal daya tahan, kekuatan dan kelentukannya. Demikian juga dengan beberapa kemampuan motorik seperti kecepatan, kelincahan dan koordinasi.
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) juga dapat membentuk gaya hidup yang sehat. Dengan kesadarannya anak akan mampu menentukan sikap bahwa kegiatan fisik merupakan kebutuhan pokok dalam hidupnya, dan akan tetap dilakukan di sepanjang hayat. Sikap itulah yang kemudian akan membawa anak pada kualitas hidup yang sehat, sejahtera lahir dan batin, yang disebut dengan istilah wellness.

Konsep sehat dan sejahtera secara menyeluruh berbeda dengan pengertian sehat secara fisik. Anak-anak dididik untuk meraih gaya hidup sehat secara total serta kebiasan hidup yang sehat, baik dalam arti pemahaman maupun prakteknya. Kebiasaan hidup sehat tersebut bukan hanya kesehatan fisik, tetapi juga mencakup juga kesejahteraan mental, moral, dan spiritual. Tanda-tandanya adalah anak lebih tahan dalam menghadapi tekanan dan cobaan hidup, berjiwa optimis, merasa aman, nyaman, dan tenteram dalam kehidupan sehari-hari.
2. Keterampilan fisik
Keterlibatan anak dalam asuhan permainan, senam, kegiatan bersama, dan lain-lain, merangsang perkembangan gerakan yang efisien yang berguna untuk menguasai berbagai keterampilan. Keterampilan tersebut bisa berbentuk keterampilan dasar misalnya berlari dan melempar serta keterampilan khusus seperti senam atau renang. Pada akhirnya keterampilan itu bisa mengarah kepada keterampilan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Terkuasainya prinsip-prinsip gerak
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang baik harus mampu meningkatkan pengetahuan anak tentang prinsip-prinsip gerak. Pengetahuan tersebut akan membuat anak mampu memahami bagaimana suatu keterampilan dipelajari hingga tingkatannya yang lebih tinggi. Dengan demikian, seluruh gerakannya bisa lebih bermakna. Sebagai contoh, anak harus mengerti mengapa kaki harus dibuka dan bahu direndahkan ketika anak sedang berusaha menjaga keseimbangannya. Mereka juga diharapkan mengerti mengapa harus dilakukan pemanasan sebelum berolahraga, serta apa akibatnya terhadap derajat kebugaran jasmani bila seseorang berlatih tidak teratur?
Namun demikian, sumbangan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) pun bukan hanya bersifat fisik semata, melainkan merambah pada peningkatan kemampuan oleh pikir seperti kemampuan membuat keputusan dan olah rasa seperti kemampuan memahami perasaan orang lain (empati).
4. Kemampuan berpikir
Memang sulit diamati secara langsung bahwa kegiatan yang diikuti oleh anak dalam pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak. Namun demikian dapat ditegaskan di sini bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang efektif mampu merangsang kemampuan berpikir dan daya analisis anak ketika terlibat dalam kegiatan-kegiatan fisiknya. Pola-pola permainan yang memerlukan tugas-tugas tertentu akan menekankan pentingnya kemampuan nalar anak dalam hal membuat keputusan.
Taktik dan strategi yang melekat dalam berbagai permainan pun perlu dianalisis dengan baik untuk membuat keputusan yang tepat dan cepat. Secara tidak langsung, keterlibatan anak dalam kegiatan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan latihan untuk menjadi pemikir dan pengambil keputusan yang mandiri.
Dalam kegiatan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) banyak sekali adegan pembelajaran yang memerlukan diskusi terbuka yang menantang penalaran anak. Teknik gerak dan prinsip-prinsip yang mendasarinya merupakan topik-topik yang menarik untuk didiskusikan. Peraturan permainan dan variasi-variasi gerak juga bisa dijadikan rangsangan bagi anak untuk memikirkan pemecahannya.
5. Kepekaan rasa
Dalam hal olah rasa, pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) menempati posisi yang sungguh unik. Kegiatannya yang selalu melibatkan anak dalam kelompok kecil maupun besar merupakan wahana yang tepat untuk berkomunikasi dan bergaul dalam lingkup sosial. Dalam kehidupan sosial, setiap individu akan belajar untuk bertanggung jawab melaksanakan peranannya sebagai anggota masyarakat. Di dalam masyarakat banyak norma yang harus ditaati dan aturan main yang melandasinya. Melalui penjas, norma dan aturan juga dipelajari, dihayati dan diamalkan.
Untuk dapat berperan aktif, anak pun akan menyadari bahwa ia dan kelompoknya harus menguasai beberapa keterampilan yang diperlukan. Sesungguhnyalah bahwa kegiatan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) disebut sebagai ajang nyata untuk melatih keterampilan-keterampilan hidup (life skill), agar seseorang dapat hidup berguna dan tidak menyusahkan masyarakat. Keterampilan yang dipelajari bukan hanya keterampilan gerak dan fisik semata, melainkan terkait pula dengan keterampilan sosial, seperti berempati pada orang lain, menahan sabar, memberikan respek dan penghargaan pada orang lain, mempunyai motivasi yang tinggi, serta banyak lagi. Seorang ahli menyebut bahwa kesemua keterampilan di atas adalah keterampilan hidup. Sedangkan ahli yang lain memilih istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence).
6. Keterampilan sosial
Kecerdasan emosional atau keterampilan hidup bermasyarakat sangat mementingkan kemampuan pengendalian diri. Dengan kemampuan ini seseorang bisa berhasil mengatasi masalah dengan kerugian sekecil mungkin. Anak-anak yang rendah kemampuan pengendalian dirinya biasanya ingin memecahkan masalah dengan kekerasan dan tidak merasa ragu untuk melanggar berbagai ketentuan.
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) menyediakan pengalaman nyata untuk melatih keterampilan mengendalikan diri, membina ketekunan dan motivasi diri. Hal ini diperkuat lagi jika proses pembelajaran direncanakan sebaik-baiknya. Setiap adegan pembelajaran dalam permainan dapat dijadikan arena dialog dan perenungan tentang apa sisi baik-buruknya suatu keputusan. Tak pelak, ini merupakan cara pembinaan moral yang efektif.
Sebagai contoh, jika dalam sebuah proses penjas terjadi pertengkaran antara dua orang anak, guru bisa segera menghentikan kegiatan seluruh kelas dan mengundang mereka untuk membicarakannya. Sebab-sebab pertengkaran diteliti dan guru memancing pendapat anak-anak tentang apa perlunya mereka bertengkar, selain itu mereka dirangsang untuk mencari pemecahan yang paling baik untuk kedua belah pihak.
Demikian juga dalam setiap adegan proses permainan yang memerlukan kesiapan mentaati peraturan permainan. Di samping guru mempertanyakan pentingnya peraturan untuk ditaati, guru dapat juga mengundang siswa untuk melihat berbagai konsekuensinya jika peraturan itu dilanggar. Lalu guru dapat menanyakan pendapat siswa tentang tujuan permainan. Misalnya guru bertanya: :”Apakah memenangkan pertandingan dengan segala cara bisa dibenarkan?”, “Apakah kalah dalam suatu permainan benar-benar merugikan?” bahkan lebih jauh lagi mungkin guru bisa memilih topik di luar kejadian yang mereka alami sendiri, misalnya topik tentang tawuran antar pelajar dari sekolah yang berbeda. Topik ini menarik untuk dibicarakan dari sisi moral serta akibatnya terhadap kehidupan bermasyarakat.
7. Kepercayaan diri dan citra diri (self esteem)
Melalui pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) kepercayaan diri dan citra diri (self esteem) anak akan berkembang. Secara umum citra diri diartikan sebagai cara kita menilai diri kita sendiri. Citra diri ini merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian anak. Dengan citra diri yang baik seseorang merasa aman dan berkeinginan untuk mengeksplorasi dunia. Dia mau dan mampu mengambil resiko, berani berkomunikasi dengan teman dan orang lain, serta mampu menanggulangi stress.
Cara membina citra diri ini tidak cukup hanya dengan selalu berucap “saya pasti bisa” atau “ saya paling bagus”. Tetapi perlu dinyatakan dalam usaha dan pembiasan perilaku. Di situlah penjas menyediakan kesempatan pada anak untuk membuktikannya. Ketika anak-anak berhasil mempelajari berbagai keterampilan gerak dan kemampuan tubuhnya, perasaan positif akan berkembang dan ia merasa optimis atau mampu untuk berbuat sesuatu. Dengan perasaan itu anak-anak akan merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan yang baik dan pada gilirannya akan mempengaruhi pula kualitas usahanya di lain waktu, agar sama seperti yang dicitrakannya. Bila siswa merasa gagal sebelum berusaha, keadaan ini disebut perasaan negatif, lawan dari perasaan positif.
Kejadian demikian yang berulang-ulang akan memperkuat kepercayaan bahwa dirinya memang memiliki kemampuan, sehingga terbentuk menjadi kepercayaan diri yang kuat. Karena itu penting bagi guru penjas untuk menyajikan tugas-tugas belajar yang bisa menyediakan pengalaman sukses dan menimbulkan perasaan berhasil (feeling of success) pada setiap anak. Salah satu siasat yang dapat dikerjakan adalah ukuran keberhasilan belajar tidak bersifat mutlak. Tiap anak memakai ukurannya masing-masing.


PENGERTIAN PENJAS MENURUT PARA AHLI

Istilah pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) berawal dari Amerika Serikat berawal dari istilah gymnastics, hygiene, dan physical culture Siedentop (1972).Berikut pengertian pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) menurut para ahli :
Ø  Cholik Mutohir (Cholik Mutohir, 1992).
Olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/ pertandingan, dan kegiatan jasmani yang intensif untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
Ø  Nixon and Cozens (1963: 51)
Mengemukakan bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) didefinisikan sebagai fase dari seluruh proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan respons otot yang giat dan berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu dari respons tersebut.
Ø  Dauer dan Pangrazi (1989: 1)
Mengemukakan bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) adalah fase dari program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak. Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan program pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional dan memadai pada domain-domain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif.
Ø  Bucher, (1979).         
Mengemukakan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan bagian integral dari suatu proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional.


Ø  Ateng (1993)
Mengemukakan; pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Ø  Siedentop (1991),
Seorang pakar pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dari Amerika Serikat, mengatakan bahwa dewasa ini pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dapat diterima secara luas sebagai model “pendidikan melalui aktivitas jasmani”, yang berkembang sebagai akibat dari merebaknya telaahan pendidikan gerak pada akhir abad ke-20 ini dan menekankan pada kebugaran jasmani, penguasaan keterampilan, pengetahuan, dan perkembangan sosial. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa: "pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) adalah pendidikan dari, tentang, dan melalui aktivitas jasmani".
Ø  Jesse Feiring Williams (1999; dalam Freeman, 2001)
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) adalah sejumlah aktivitas jasmani manusiawi yang terpilih sehingga dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Pengertian ini didukung oleh adanya pemahaman bahwa:
Manakalah pikiran (mental) dan tubuh disebut sebagai dua unsur yang terpisah, pendidikan, pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang menekankan pendidikan fisikal... melalui pemahaman sisi kealamiahan fitrah manusia ketika sisi keutuhan individu adalah suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri, pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) diartikan sebagai pendidikan melalui fisikal. Pemahaman ini menunjukkan bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) juga terkait dengan respon emosional, hubungan personal, perilaku kelompok, pembelajaran mental, intelektual, emosional, dan estetika.’ Pendidikan melalui fisikal maksudnya adalah pendidikan melalui aktivitas fisikal (aktivitas jasmani), tujuannya mencakup semua aspek perkembangan kependidikan, termasuk pertumbuhan mental, sosial siswa. Manakala tubuh sedang ditingkatkan secara fisik, pikiran (mental) harus dibelajarkan dan dikembangkan, dan selain itu perlu pula berdampak pada perkembangan sosial, seperti belajar bekerjasama dengan siswa lain.
Ø  Rink (1985)
Mendefinisikan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) sebagai "pendidikan melalui fisikal", seperti:
‘Kontribusi unik pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) terhadap pendidikan secara umum adalah perkembangan tubuh yang menyeluruh melalui aktivitas jasmani. Ketika aktivitas jasmani ini dipandu oleh para guru yang kompeten, maka basil berupa perkembangan utuh insani menyertai perkembangan fisikal-nya. Hal ini hanya dapat dicapai ketika aktivitas jasmani menjadi budaya dan kebiasaan jasmani atau pelatihan jasmani.’ Pendapat lain namun dalam ungkapan yang senada, seperti diungkapkan.
Ø  James A.Baley dan David A.Field (2001; dalam Freeman, 2001)
Menekankan bahwa pendidikan fisikal yang dimaksud adalah aktivitas jasmani yang membutuhkan upaya yang sungguh-sungguh. Lebih lanjut kedua ahli ini menyebutkan bahwa: ‘Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) adalah suatu proses terjadinya adaptasi dan pembelajaran secara organik, neuromuscular, intelektual, sosial, kultural, emosional, dan estetika yang dihasilkan dari proses pemilihan berbagai aktivitas jasmani.’ Aktivitas jasmani yang dipilih disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dan kapabilitas siswa. Aktivitas fisikal yang dipilih ditekankan pada berbagai aktivitas jasmani yang wajar, aktivitas jasmani yang membutuhkan sedikit usaha sebagai aktivitas rekreasi dan atau aktivitas jasmani yang sangat membutuhkan upaya keras seperti untuk kegiatan olahraga kepelatihan atau prestasi. Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) memusatkan diri pada semua bentuk kegiatan aktivitas jasmani yang mengaktifkan otot-otot besar (gross motorik), memusatkan diri pada gerak fisikal dalam permainan, olahraga, dan fungsi dasar tubuh manusia.
Ø  Freeman (2001:5)
Menyatakan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok bagian, yaitu:
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dilaksanakan melalui media fisikal, yaitu: beberapa aktivitas fisikal atau beberapa tipe gerakan tubuh. Aktivitas jasmani meskipun tidak selalu, tetapi secara umum mencakup berbagai aktivitas gross motorik dan keterampilan yang tidak selalu harus didapat perbedaan yang mencolok. Meskipun para siswa mendapat keuntungan dari proses aktivitas fisikal ini, tetapi keuntungan bagi siswa tidak selalu harus berupa fisikal, non-fisikal pun bisa diraih seperti: perkembangan intelektual, sosial, dan estetika, seperti juga perkembangan kognitif dan afektif. Secara utuh, pemahaman yang harus ditangkap adalah: pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) menggunakan media fisikal untuk mengembangkan kesejahteraan total setiap orang. Karakteristik pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) seperti ini tidak terdapat pada mata pelajaran lain, karena hasil kependidikan dari pengalaman belajar fisikal tidak terbatas hanya pada perkembangan tubuh saja. Konteks melalui aktivitas jasmani yang dimaksud adalah konteks yang utuh menyangkut semua dimensi tentang manusia, seperti halnya hubungan tubuh dan pikiran. Tentu, pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) tidak hanya menyebabkan seseorang terdidik fisiknya, tetapi juga semua aspek yang terkait dengan kesejahteraan total manusia, seperti yang dimaksud dengan konsep “kebugaran jasmani sepanjang hayat”. Seperti diketahui, dimensi hubungan tubuh dan pikiran menekankan pada tiga domain pendidikan, yaitu: psikomotor, afektif, dan kognitif. Beberapa ahli dalam bidang pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dan olahraga,
Ø  Syer & Connolly (1984); Clancy (2006); Begley (2007),
Menyebutkan hal senada bahwa “tubuh adalah tempat bersemayamnya pikiran.” Ada unsur kesatuan pemahaman antara tubuh dengan pikiran.
Kesatuan Unsur Tubuh dan Pikiran Salah satu masalah besar, untuk selama bertahun-tahun lamanya seolah tidak akan pernah tuntas, adalah perdebatan antara intelektual dan jasmani. Kepercayaan banyak orang adalah bahwa tubuh terpisah dari pikiran, yang kemudian memunculkan pemahaman "dualisme" dan cenderung mengarah pada pikiran adalah sesuatu yang diutamakan, sementara tubuh adalah sesuatu yang inferior. Sebagai contoh, sering didapatkan pada rohaniawan yang mengutamakan pada kesempurnaan pikiran, daripada kesejahteraan fisiknya. Bahkan sampai pada keyakinan bahwa pikiran berada di atas unsur tubuh, dan mengendalikan semua sistem tubuh yang ada. Sebaliknya, ada juga filosofi yang menyebutkan bahwa tubuh dan pikiran bersatu, yang kemudian dikenal sebagai aliran pemahaman holism, suatu kesatuan antara tubuh dan pikiran. Keyakinan ini dapat dengan mudah dikenali, seperti yang sering didengar sebuah semboyan Orandum est ute sit men sana in corpore sano atau seperti: a sound mind in a sound body (Krecthmar, 2005:51). Moto seperti ini, sering dijadikan rujukan dalam setiap pelaksanaan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes). Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) memanfaatkan aktivitas jasmani untuk mengembangkan aspek tubuh dan pikiran, dan bahkan aspek spiritual. Hal ini pun menjadi fokus orientasi utama dalam pengembangan aktivitas jasmani sebagai upaya pengembangan utuh-manusia.Pertanyaan utama yang patut dimunculkan adalah apakah benar keyakinan terhadap kesatuan tubuh dan pikiran? Pada kenyataannya di masyarakat sering ditemukan keyakinan bahwa tubuh dan pikiran berada pada sifat dualism. Sesungguhnya, pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) mencoba membuktikan dan meyakinkan setiap orang bahwa tubuh dan pikiran berpadu menjadi satu kesatuan dalam konsep holism, meskipun pikiran berada di atas kedudukan tubuh. Inilah bukti bahwa perdebatan itu akan senantiasa muncul sebagai akibat adanya dinamika dalam pemikiran. Pendapat yang bijak dapat dimunculkan ketika mencoba memposisikan diri pada pemikiran netral, bijak dalam memposisikan masing-masing pendapat, pikiran mengendalikan tubuh, tetapi tubuh pun dapat memberikan informasi dan mempengaruhi pikiran. Pembenaran akan dapat diterima ketika apa yang terjadi sesuai dengan landasan teoritisnya. Tetapi, teori dapat diterima ketika sejalan dengan apa yang terjadi.
Dari seluruh tokoh pendidikan tentang arti dari pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes), yaitu pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dapat diartikan sebagai bagian integral dari suatu proses pendidikan secara keseluruhan, melalui kegiatan fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional melalui kegiatan jasmani yang intensif untuk memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.










PERAN PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN
(PENJASKES)

Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang merupakan salah satu alat dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan, sangat besar perannya terhadap pembentukan dan perkembangan anak. Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa keberhasilan dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan yang kita harapkan diperlukan adanya suatu cara dalam pelaksanaannya. Demikian juga untuk melaksanakan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) di sekolah, baik berupa alat-alat yang nyata di dalam melakukan suatu bentuk gerakan seperti: tongkat, simpai, gada, peti lompat, tambang, bola kasti, bola voli, bola kaki, bola basket, matras, lembing, peluru, dan sebagainya, maupun alat pendidikan yang berupa pembentukan kebiasaan, pemberian hadiah dan hukuman, pemberian motivasi, pemberian teguran, penugasan, dan sebagainya, kesemuannya merupakan suatu tindakan kepedulian di dalam pendidikan. Misal sebagai salah satu contoh, setiap bangun tidur anak-anak disuruh membereskan tempat tidurnya, mandi memakai sabun, membersihkan gigi dengan sikat gigi dan memakai odol, berpakaian yang rapi bila berangkat ke sekolah, dan yang lainnya.
Tindakan-tindakan yang diberikan kepada anak tersebut, bertujuan untuk menanamkan kebiasaan agar hidup teratur dan membiasakan anak hidup sehat. Selain tindakan, situasi dan sikap pun dapat dijadikan alat dalam pendidikan, misalnya seperti: pergaulan, upacara, peringatan, darmawisata, berkenalan, berkemah, perlombaan, latihan, dan sebagainya, memperlihatkan kasih sayang, memperhatikan dengan sungguh-sungguh, mau mendengarkan, kesediaan dalam memberikan bantuan atau pertolongan, memperlihatkan keramah-tamahan, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peranan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) sebagai salah satu alat tercapainya tujuan pendidikan, antara lain membantu dalam:
a.  Pembentukan Tubuh
Peran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) terhadap pembentukan tubuh, dapat dilihat dengan bertambahnya otot-otot menjadi lebih besar dan kuat, badan tumbuh menjadi lebih besar dan lebih tinggi, hingga dapat bersikap dan bertindak dengan sempurna, serta akan tumbuh dan berkembang secara harmonis. Dengan melakukan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang teratur serta dibimbing dan diarahkan, maka organ-organ tubuh pun akan bekerja sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya. Hal ini akan berpengaruh terhadap kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani.
Dengan demikian anak-anak akan memiliki nilai dan sikap yang positif terhadap pentingnya pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) di dalam kehidupannya. Dengan demikian dasar tubuh yang kuat, anak-anak akan lebih meningkat lagi keterampilan geraknya. Menurut Sukintaka (2004) selain dari itu peran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) sangat besar sumbangannya terhadap anak dalam:
1.)    Memenuhi keinginan untuk bergerak dan mempertahankan gerakan.
2.)    Mengembangkan perasaan terhadap gerakan dan irama, serta penghayatan terhadap ruang, waktu, dan bentuk.
3.)    Menganalisis kemungkinan-kemungkinan gerak untuk dirinya sendiri.
4.)    Memiliki keyakinan terhadap gerakan yang dilakukannya serta perasaan terhadap sikapnya.
5.)    Mengembangkan kemampuan gerak dan penyempurnaan gerak dengan melalui latihan-latihan yang teratur, sesuai dengan kemampuannya. 
b.  Pembentukan Prestasi
Telah kita ketahui bersama, bahwa untuk dapat mencapai suatu prestasi yang diinginkan di dalam pelajaran jasmani diperlukan adanya kekuatan, kecepatan, kelentukan, keuletan, kedisiplinan, kepercayaan terhadap diri sendiri, pemahaman dan pengusahaan terhadap prosedur gerakan yang akan dilakukan, serta konsep cara untuk melakukan gerakannya. Hal ini merupakan dasar yang mengacu kepada tercapainya suatu peningkatan prestasi yang optimal. Dalam arti bukan saja pencapaian prestasi optimal untuk keterampilan gerak dalam bidang pengajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes), tetapi juga berlaku untuk peningkatan prestasi belajar, bekerja atau melakukan kegiatan yang lainnya, dan sebagainya yang sesuai dengan apa yang diharapkan dari tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka keampuhan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) di dalam melaksanakan peranannya untuk membantu tercapainya tujuan pendidikan, antara lain adalah:
1.)    Membentuk dan mengembangkan anak kepada suatu bentuk kerja yang optimal melalui aktivitas jasmani.
2.)    Mengarahkan, membimbing, dan mengembangkan diri anak terhadap pencapaian prestasi dengan jalan menanamkan kedisiplinan, pemusatan pikiran, kewaspadaan, kepercayaan pada diri sendiri, tanggung jawab, dan peningkatankemampuan diri.
3.)    Belajar untuk mengendalikan terhadap luapan perasaan yang berkembang dalam waktu yang sinngkat atau keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (emosi).
4.)    Menanamkan kepada anak untuk dapat mengenal kemampuan sendiri dan keterbatasan terhadap dirinya.
5.)    Menanamkan untuk belajar meningkatkan sikap dan tindakan yang tepat terhadap nilai-nilai prestasi yang diraihnya di dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan masyarakat maupun di dalam kegiatan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dan olahraga.
Dengan ditanamkannya pembentukan prestasi kepada anak-anak, maka diharapkan dikemudian hari anak-anak akan dapat mengembangkannya, serta dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapinya, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi kelompok dan lingkungannya. 
c.    Pembentukan Sosial
Anak sebagai makhluk individu, juga sebagai makhluk sosial. karena itu tidak mungkin ia akan dapat hidup menyendiri tanpa memperhatikan keadaan di lingkungannya dan memperhatikan kepentingan umum. Anak-anak di dalam hidupnya, selalu terikat oleh norma-norma kehidupan bersama dan tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan bersama.
Oleh sebab itu, maka timbul suatu ilmu yang khusus untuk menelaah tentang kehidupan anak atau kelompok anak-anak yang terdiri dari individu-individu beserta sikap dan tindakannya, serta unsur-unsur yang terdapat di dalam kehidupannya bersama (sosiologi). Misalnya seperti: agama, adat-istiadat, keluarga, lingkungan, pemerintah, pendidikan, dan sebagainya, merupakan unsur-unsur sosial yang menyangkut perilaku dan tata kehidupan manusia di dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan di masyarakat. Di dalam kehidupan bersama anak-anak akan tumbuh dan berkembang serta akan menemukan pribadinya masing-masing. Ia akan menyadari mengenai keadaan dirinya, bahwa ia berada di tengah-tengah manusia yang lainnya.
Keadaan sama-sama berada di sekolah anak-anak akan dapat merasakan terjadinya perubahan dan memperoleh berbagai pengalaman. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Mereka tentu akan mengubah sifat-sifat dan perhatiannya dari keadaan lingkungan keluarga kepada lingkungan di sekolahnya. Hal ini akan terlihat adanya perubahan dari sifat ketergantungan menjadi sifat kemampuan untuk dapat berdiri sendiri.
Dengan demikian mereka sudah terlihat mempunyai suatu perkembangan kepribadian sosial dan menyadari akan hidupnya, walaupun belum, secara mendalam. Namun demikian anak-anak sudah mulai diarahkan kepada nilai-nilai dan norma kehidupan bersama. Dengan melalui pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) kepada anak-anak akan dapat diberikan bimbingan terhadap pergaulan hidup, yang sesuai dengan norma-norma dan ketentuan-ketentuan yang sesuai dengan unsur-unsur sosial, hingga akan membantu kehidupan anak yang lebih aktif, kreatif  dan lebih bergairah.
Peranan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) di dalam usahanya terhadap pembentukan sosial anak-anak antara lain adalah:
1.)      Menanamkan pembinaan terhadap pengakuan dan penerimaan akan norma-norma dan peraturan yang berlaku di masyarakat
2.)      Menanamkan kebiasaan untuk selalu berperan aktif dalam suatu kelompok, agar dapat bekerja sama, dapat menerima pimpinan dan memberikan pimpinan.
3.)      Membina dan memupuk ke arah pengembangan terhadap perasaan sosial, pengakuan terhadap orang lain.
4.)      Menanamkan dan memupuk untuk selalu belajar bertanggung jawab, dan mau memberikan bantuan atau pertolongan, serta memberikan perlindungan dan mau berkorban.
5.)      Menanamkan kebiasaan untuk selalu mau belajar secara aktif di dalam sesuatu bentuk kegiatan, baik dalam belajar, bekerja, maupun dalam mengisi waktu-waktu luangnya.









HAKIKAT BELAJAR PENDIDIKAN JASMANI DAN KESEHATAN
(PENJASKES)

   Di dalam intensifikasi penyelenggaraan pendidikan sebagai proses dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia yang berlangsung seumur hidup, pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan salah satu alat yang sangat penting untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan manusia, karena pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) sangat erat kaitannya dengan gerak manusia. Gerak bagi manusia sebagai aktivitas jasmani merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting, yaitu sebagai dasar bagi manusia untuk belajar, baik untuk belajar mengenal alam sekitar dalam usaha memperoleh berbagai pengalaman berupa pengetahuan dan keterampilan, nilai dan sikap, maupun untuk belajar mengenali dirinya sendiri sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam usaha penyesuaian dan mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya dan untuk mencapai kesuksesan.
Oleh karena itu, apabila program pengajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang diselenggarakan di sekolah (khususnya SD) dapat terorganisasikan dengan baik akan dapat memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi pertumbuhan dan perkembangan murid-murid di SD, baik pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani yang harmonis, maupun dalam rangka menyiapkan murid-murid secara psikologis yang mengarah kepada usaha-usaha keras yang sangat berguna untuk meningkatkan kemantapan jasmani dan rohani dalam membantu mengembangkan kemampuan dan kepribadian yang sangat besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri di dalam lingkungannya.
Wujud dari pelaksanaan pengajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) di sekolah (termasuk di SD) berpangkal pada gerak murid, yang menampakan dirinya ke luar terutama dalam bentuk-bentuk aktivitas jasmaninya. Namun bukanlah semata-mata hanya berfungsi untuk meransang dan mengembangkan organ-organ tubuh serta fungsinya saja, melainkan juga demi pembentukan dan pengembangan kepribadian yang utuh dan harmonis di dalam kehidupannya, yaitu dalam rangka membentuk manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri dan yang secara bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Oleh sebab itu apabila program pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang diterapkan di SD dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dengan diarahkan, dibimbing, dan dikembangkan secara wajar, maka akan dapat merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan murid dan akan sangat berarti serta bermanfaat dalam pendidikan.
Dengan demikian tidaklah berkelebihan bila dikatakan, bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan saran yang ampuh untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan.
Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes), dapat mengembangkan derajat kepribadian bagi seseorang murid  yang mendasari di dalam tindakannya yang nyata, di dalam aktivitasnya melibatkan unsur-unsur fisik, mental, emosional, dan sosial.
Melalui pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) anak didik akan  memperoleh berbagai pengalaman, terutama yang sangat erat kaitannya dengan kesan pribadi yang menyenangkan, berbagai ungkapan yang kreatif, inovatif, keterampilan gerak, kesegaran jasmani, membiasakan hidup sehat, pengetahuan, dan pemahaman terhadap sesama manusia.
Kegunaan dan kemanfaatan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang diterapkan pada anak-anak usia SD sudah diakui oleh masyarakat umum, dan telah menjadi kenyataan pada dewasa ini bahwa pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan bagian integral pendidikan penting dalam persiapan secara menyeluruh bagi perkembangan manusia.
Berdasarkan uraian tentang pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) tersebut, bagaimana pandangan Anda terhadap pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang sekarang dilaksanakan di sekolah-sekolah? Khususnya di SD? Apakah anda mempunyai gambaran untuk melaksanakan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) di SD?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas merupakan pemikiran bagi Anda, jika Anda kelak menjadi guru pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) atau mengajarkan pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) di SD. Bentuk-bentuk gerakan yang telah diprogramkan dalam pengajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes), hanyalah merupakan salah satu alat dalam upaya mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa bukanlah mengajar Pengembangan Kemampuan Jasmani, Atletik, Senam, Permainan di SD, akan tetapi mendidik murid-murid di SD melalui bentuk-bentuk gerakan yang terdapat dalam Atletik, Senam, Permainan, dan sebagainya. Sedangkan tercapainya suatu prestasi yang optimal yang diperoleh murid-murid SD dari bentuk-bentuk gerakan Atletik, Senam, dan Permainan tersebut, adalah akibat dari hasil pendidikan yang dilaksanakan dengan baik, yakni hasil dari pembentukan dan pengembangan kepribadian serta peningkatan kemampuan dan keterampilan gerak dasar yang ditanamkan kepada anak-anak, dengan benar dan baik serta dibimbing, diarahkan, dan dikembangkan oleh gurunya.
Guru pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) berusaha untuk memproses tercapainya tujuan yang nyata dari peningkatan pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes), yang sesuai dengan keadaan tingkat kemampuannya. Dalam hal ini berarti bahwa anak-anak harus memperoleh peningkatan kemampuan atau prestasi di dalam belajarnya, baik peningkatan dan penguasaan terhadap keterampilan gerak, penyepurnaan gerakan, pengetahuan, maupun nilai dan sikapnya. Guru pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dapat dikatakan gagal atau tidak berhasil di dalam melaksanakan profesinya, apabila anak-anak tidak memperoleh kemajuan atau peningkatan pertumbuhan dan perkembangannya di dalam mengikuti pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) tersebut.    
Oleh karena itu, apabila program pengajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) yang diselenggarakan di sekolah (khususnya SD) dapat terorganisasikan dengan baik akan dapat memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi pertumbuhan dan perkembangan murid-murid di SD, baik pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani yang harmonis, maupun dalam rangka menyiapkan murid-murid secara psikologis yang mengarah kepada usaha-usaha keras yang sangat berguna untuk meningkatkan kemantapan jasmani dan rohani dalam membantu mengembangkan kemampuan dan kepribadian; yang sangat besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri di dalam lingkungannya.
Kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) di SD berpangkal pada gerak murid, yang menampakan dirinya ke luar terutama dalam bentuk-bentuk aktivitas jasmaninya. Namun bukanlah semata-mata hanya berfungsi untuk merangsang dan mengembangkan organ-organ tubuh serta fungsinya saja, melainkan juga demi pembentukan dan pengembangan kepribadian yang utuh dan harmonis di dalam kehidupannya, yaitu dalam rangka membentuk manusia cerdas yang dapat membangun dirinya sendiri dan yang secara bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Dengan demikian tidaklah berkelebihan bila dikatakan, bahwa  Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) merupakan sarana yang ampuh untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan. Pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes), dapat mengembangkan derajat kepribadian bagi seseorang yang mendasari di dalam tindakannya yang nyata, di dalam aktivitasnya melibatkan unsur-unsur fisik, mental, emosional, dan social
RUANG LINGKUP PENDIDIKAN JASMANI
ATLETIK
Pembelajaran atletik di sekolah-sekolah tetap berpedoman pada kurikulum pendidikan jasmani dan kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun bukan berarti bahwa semua nomor atletik yang tercantum dalam kurikulum tersebut bisa dilaksanakan. Hal tersebut terkait erat dengan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah yang bersangkutan.
Banyak guru-guru pendidikan jasmani yang hanya bisa mengajarkan satu dua nomor atletik saja dalam satu tahun atau mungkin ada nomor-nomor yang tidak bisa diberikan sama sekali kepada siswanya.
Secara umum ruang lingkup pembelajaran atletik di sekolah-sekolah meliputi nomor-nomor : jalan, lari, lompat dan lempar.
Pembagian kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Nomor jalan meliputi: jalan 5 km, 10 km, 20 km dan 50 km
2.    Nomor lari dibagi lagi kedalam :
a.       Lari jarak pendek meliputi:100 m, 200m, 400 m
b.      Lari jarak menengah meliputi: 800 m dan 1500 m
c.       Lari jarak jauh meliputi: 5000 m , 10.000 m, marathon
d.      Lari estafet meliputi: 4 x 100 m, 4 x 400 m
3.    Nomor lompat meliputi:
a.       Lompat jauh gaya jongkok, melayang dan gaya berjalan di udara.
b.      Lompat tinggi gaya guling perut, guling sisi dan flop.
c.       Lompat jangkit
d.      Lompat tinggi galah
e.       Nomor lempar terdiri dari:
f.       Tolak peluru gaya menyamping, belakang dan memutar.
g.      Lempar cakram
h.      Lempar lembing




1.    Teknik lari
Lari jarak pendek atau Sprint adalah salah satu jenis lari yang dilombakan. Lari jenis ini dilakukan dengan kecepatan tinggi dan menempuh jarak pendek yaitu: lari jarak 100 meter,lari 200 meter,lari 400 meter, dan lari estafet atau lari sambung. Pelari jarak pendek (sprinter) menggunakan segala kemampuannya agar dapat secepatnya sampai garis finish. Untuk menjadi seorang sprinter atau pelari jarak pendek yang handal diperlukan penguasaan teknik start dan teknik lari yang benar, latihan start dan latihan teknik lari lakukan secara sistematis dan terprogram. Adapun teknik start dan teknik lari jarak pendek adalah sebagai berikut:  
Teknik Start 
Start adalah sikap dan gerakan awal untuk memulai lari, start dalam nomor lari terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Start berdiri (standing start) start berdiri digunakan untuk lari jarak menengah dan lari jarak jauh. 
b. Start melayang (flying start) start melayang digunakan oleh pelari II, III, dan IV dalam lari estafet 4 x 100meter 
c. Start Jongkok (cruched start) start jongkok digunakan dalam lari jarak pendek.  
Start Jongkok 
 Start Jongkok dibagi menjadi 3 macam start yaitu: 
1. Start pendek (bunch start) 
2. Start menengah (medium start) 
3. Start panjang (long start)  
Cara melakukan start jongkok 
a. Lutut kaki belakang diletakan pada ujung kaki depan dengan jarak satu kepal tangan. 
b. Kedua lengan lurus sejajar dengan bahu, telapak tangan (jari-jari) letakan dibelakang garis start dengan telapak tangan membentuk "V" terbalik. 
c. Pandangan lurus ke lintasan d. Berat badan berada dikedua tangan. Pada aba-aba "Siap" memindahkan berat badan ke depan, Aba-aba "ya" atau bunyi pistol secara reflek dan cepat melesat bertolak ke depan.
 Untuk lebih jelasnya lihat gambar dan ikuti langkah-langkah melakukan start jonkok di bawah ini. 

- Aba-aba "bersedia" badan di bungkukan kedua telapak tangan bertumpu dibelakang garis start 
- Aba-aba "siap" lutut di angkat, kedua kaki sedikit bergerak ke atas, pandangan ke depan.
- Aba-aba "ya" atau bunyi pistol, secara refleks dan cepat bertolak ke depan
a. Sikap melangkah kaki diangkat lalu ditekuk secara bergantian, kaki digerakan ke depan dengan tumpuan ujung kaki. 
b. Sikap Badan Sikap badan bergerak ke depan, agak condong dan kaki mendorong pinggul ke depan 
c. Pandangan ke arah depan sekitar 10 meter.  
Teknik Lari 
Teknik lari dilakukan dengan cara 
 - langkah atau gerakan kaki selebar dan secepat mungkin 
- pendaratan kaki pada ujung kaki 
- ayunan lengan rileks dan berirama dengan telapak tangan membuka 
- sikap badan condong ke depan.  
Teknik Finish 
Finish adalah penyelesaian lari dengan melewati garis finish atau pita finish. 
 Ada 3 macam cara unutk masuk finish, yaitu: 
1. Lari terus tanpa mengurangi kecepatan 
2. pada saat menyentuh pita, dada dicondongkan ke depan dan ayunan tangan ke belakang 
3. pada saat menyentuh pita, dada agak diputar dengan ayunan tangan ke depan 











PERMAINAN KECIL

PERMAINAN KASTI
A. Cara permainan
Pemain pemukul berada di dalam garis atau tempat bebas, cara bermain antara lain:
a. Bola dilempar oleh salah seorang tim penjaga
b. bola tersebut dipukul oleh tim yang sedang memukul
c. Pemukul sesudah memukul harus cepat berlari ke daerah tiang pertolongan atau tiang hinggap.
B. Aturan Pertandingan atau Permainan
Sebelum bermain kasti, ada beberapa
1.      Gambar Lapangan Kasti
2.      Pemain
Kasti dimainkan oleh 2 regu tiap regu berjumlah 15 orang, 3 sebagai cadangan atau pengganti dan 12 sebagai pemain inti. Regu yang main disebut partai pemukul regu yang jaga disebut partai lapangan
3.      Tiang Pertolongan
Tiang pertolongan terbuat dari bahan yang tidak mudah patah, seperti besi, kayu, piber atau bambutiang pertolongan ditancapkan di tengah lingkaran dengan jari-jari 1 meter dan tinggi tiang pertolongan dari tanah ialah 1,5 meter, jarak tiang pertolongan dengan garis pemukul adalah 5 meter dan jarak dari garis samping 5 meter.
4.      Tiang Hinggap atau Tiang Bebas Tiang hinggap dalam permainan kasti ada dua buah, yang ditancapkan dalam tanah lingkaran berjari-jari 1 meter. Kedua tiang tersebut di tancapkan dengan jarak 5 meter dari garis belakang dan 10 meter dari garis samping kanan dan kiri. Pemain yang sidah berada di tiang hinggap aman dari incaran pemain penjaga yang memegang bola selagi pemain pemukul tidak berpinddah ke tiang hinggap yang lainnya.
5.      Nomor Dada
Dalam permainan kasti setiap pemain harus memakai nomor dada yang terbuat dari kain, terpasamg didepan dada dan punggung. Nomor dada terdiri atas nomor 1-15, nomor urut 1-12 untuk pemain inti dan untuk nomor 13-15 untuk pemain cadangan.
6.      Lama Permainan
Lamanya permainan di tentukan dengan dua macam cara yaitu,
a.       Pertama ditentukan dengan waktu.
Jika di tentukan dengan waktu maka lama permainan adalah 2 x 20 menit dengan istirahat 5 menit atau 2 x 30 menit dengan istirahat 10 menit.
b.      Kedua dilakukan dengan inning.
Inning ialah jumlah pergantian regu pemukul menjadi regu penjaga atau sebaliknya. Jika ditentukan dengan cara inning, jumlah inning dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua regu atau panitia .
7.      Pukulan Benar
Pukulan dinyatakan benar apabila:
a.       Bola setelah dipukul lewat garis pemukul dan jatuh atau mengenai benda yang berada didalam lapangan permainan
b.      Bola setelah di pukul melewati garis pemukul dan jatuh atau mengenai benda di luar lapangan setelah melewati bendera atau pembatas setengah lapangan permainan.
8.      Pukulan tidak sah atau Luncas
Pukulan dinyatakan luncas (tidak sah) apabila dalam usaha memukul kayu pemukul tidak mengenai bola yang dilambungkan oleh pelambung.
9.      Pukulan Salah
Pukulan salah apabila bola setelah di pukul tapi masih berada di areal pukul atau jatuh diareal pukul. Serta bola keluar lapangan sebelum melewati garis tengah.
10.  Hak Memukul
Hak bagi pemukul antara lain sebagai berikut:
a.       setiap pemain dari regu pemukul memiliki hak memukul satu kali pukulan dalam satu kesempatan.
b.      Pembebas (velouser) memiliki hak memukul sebanyak tiga kali, seorang pemukul dinyatakan sebagai pembebas apabila ia satu-satunya pemain yang ada di ruang bebas.
11.  Lambungan Benar
Lambungan dinyatakan benar apabila:
a.       Bola dilambungkan sesuai dengan arah permintaan pemain pemukul.
b.      Bola melaju dalam ketinggian antara lutut dan kepala pemain pemukul.
c.       Bola melaju tanpa ada gerakan putaran yang di sengaja.
12.  Cara penilaian dalam permainan ini adalah:
a.       Seorang pemukul yang benar pukulannya dapat kembali ke ruang bebas atas pukulannya sendiri nilai 2. Kejadian tersebut disebut ran.
b.      Seorang pemukul yang benar pukulannya dapat kembali ke ruang bebas atas bantuan pukulan teman nilai 1.
c.       Panjaga lapangan mendapat nilai satu apabila dapat menangkap bola pukulan lawan sebelum kena tanah.
d.      Nilai 2 diberikan apabila seorang pemain dan regu pemukul dengan pukulannya sendiri dan benar dapat langsung kembali ke ruang bebas tanpa dimatikan lawan atau dinyatakan mati oleh wasit
13.  Pemain Mati
Seorang pemain dari regu pemukul dinyatakan mati apabila anggota tubuh selain kepala terkena lemparan bola dari regu penjaga selama perjalanan, dan pemain mati bila sengaja menerima bola dengan kepala atas lemparan penjaga.
14.  Bola Mati
Bola mati adalah bola yang sudah tidak bisa dimainkan kembali di dalam permainan atau lapangan. Adapun beberapa bola yang dianggap mati antara lain:
a.       Bola dipegang pelambung dan pelambung berdiri pada tempatnya
b.      Apabila Pada pukulan salah atau tidak kena
c.       Apabila bola hilang sehingga dicari tidak ketemu
d.      Terjadi Pergantian bebas
15.  Pergantian Partai atau Pergantian Tempat
a. Pergantian Bebas
1. Regu penjaga berhasil menangkap bola sebanyak 3 kali berturut-turut.
2. Pembebas memukul 3 kali salah
3. Ruang bebas di bakar oleh regu penjaga
4. Seorang pelari pada waktu berlari keluar dari batas lapangan permainan.
5. Pada saat melakukan pukulan kayu pemukul terlepas dari tangan pemukul dan keluar ari ruang pemukul
6. Anggota regu pemukul keluar dari ruang bebas
7. Regu pemukul merugikan lawan
8. Pemain pelari atau pemukul masuk keruang bebas melewati garis belakang ruang bebas.
b. Pergantian Tidak BebasPergantian tidak bebas terjadi apabila salah seorang dari anggota regu pemukul terkena lemparan yang sah selama dalam perjalanan menuju ketiang hinggap atau keruang bebas, dan regu pemkul tidak dapat mengenai regu penjaga kembali pada saat bola bebas.
16.  Perwasitan
Wasit berada di luar lapangan baik sebelah kanan maupun kiri, ada pun tugas wasit serta kode tiupan peluit antara lain:
a.       Bila permulaan permainan wasit memanggil kedua kapten dari masing-masing tim untuk melakukan tos atau siapa yang mulai permainan terlebih dahulu baik sebagai pemukul maupun penjaga.
b.      Mengatur jalannya pertandingan
c.       Mengecek kesiapan skoring sit
d.      Mengecek nama pemain dan nomor dada
e.       Wasit meniup peluit 3 x panjang untuk memulai pertandingan
f.       Pada saat memanggil pemain pemukul untuk memukul wasit meniup peluit 3x pendek.S
g.      Pada saat pukulan salah wasit melakukan kode tiupan peluit sebanyak 2x pendek.
h.      Bila terjadi pemain terkena lemparan bola sebelum tiang pertolongan atau tiang bebas dan ruang bebas, wasit meniup peluit 1x panjang tanda pergantian bebas.
i.        Bila bola hilang wasit meniup peluit 3x pendek
j.        Setelah permainan selesai permainan atau waktu habis wasit meniup peluit 3x panjang
17.  Skoring Sit
Skoringsit adalah pembantu wasit untuk jalannya suatu pertandingan, tugasnya adalah:
a.       mengecek pemain.
b.      menyamakan nomor dada dengan nama yang ada di skoring sit yang diberikan oleh masing-masing regu.
c.       memanggil pemain yang akan melakukan pukulan.
d.      bila ada pergantian pemain skoring sit lah yang bertanggung jawab atas kecocokan yang ada pada skoring sit tersebut.
e.       menghitung nilai masing-masing regu.
f.       menghitung pukulan salah pemain pemukul

PERMAINAN BOLA BAKAR

Permainan Bola Bakar dahulu dikenal dengan nama slagbal, yang berasal dari negeri Belanda, slagbal berarti bola pukul. Dalam permainan ini selain menggunakan bola kecil, tongkat pemukul, dan tiang. Juga menggunakan tong pembakar, sehingga hingga kini permainan ini dinamakan Bola bakar. Adapun bentuk dan cara bermainnya sangat sederhana dan mudah,sebagai berikut :
1.    Sarana  yang digunakan :
Permainan Bola Bakar ini juga tidak lepas dari sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang berlangsungnya permainan ini, antara lain sebagai berikut
1.1.   Lapangan
Lapangan merupakan sarana yang terpenting dalam Permainan Ronders, mengingat permainan ini memerlukan tempat yang luas.
1.2.   Tongkat pemukul :
Tongkat pemukul yang digunakan berbahan dari kayu serat yang panjang. Adapun ukuran panjang pemukulnya antara 50 s.d 60 cm dengan panjang pegangannya antara 15 – 20 cm. garis tengahnya 3 cm.
1.3.   Bola :
Bola terbuat dari karet yang tidak terlalu keras dengan bagian dalam diisi dengan serabut kelapa atau sejenisnya. Bola dengan berat 70 – 85 gram ini mempunyai keliling sebesar 19 – 21 gram. Biasanya penampang bola diberi warna mencolok, seperti warna merah.
1.4.   Tiang hinggap :
Menggunakan besi/ bamboo / kayu dengan tinggi dari tanah 1,5 m. di sekeliling tiang hinggap harus diberi semacam lingkaran, yang berguna untuk pembatas pemain yang sedang hinggap disana agar tidak keluar dari tiang hinggap, sehingga bisa dilempar oleh penjaga.
1.5.   Papan hangus :
Ada yang unik dari permainan bola bakar ini, yaitu tersedianya papan penghangus. Papan ini terbuat dari bahan yang jika bola dipukulkan bisa terdengar oleh pemain dan penjaga. Dan istilah untuk bola yang dilemparkan ke tong pembakar dinamakan bola terbakar. Oleh karena itu permainan ini dinamakan bola bakar.
2.      Jumlah pemain
Tidak ada perbedaan antara jumlah pemai dalam ke empat jenis permainan bola kecil ini. Yaitu untuk jumlah tiap regunya terdiri dari 12 orang pemain dengan 3 orang sebagai cadangan. Di setiap pemain inti diberi nomor punggung dan dada dari 1 – 12. Salah seorrang dijadikan kapten regu.
3.      Wasit
Sebagai sebuah permainan yang akan dipertontonkan kepada khalayak, sudah menjadi aturan yang baku untuk mencantumkan wasit sebagai pengadil dilapangan, agar permainan terlihat lebih menarik untuk dimainkan dan dinikmati, adapun wasit dalam Permainan Bola bakar berjumlah 5 orang dengan tugas masing – masing wasit sebagai berikut :
3.1.   Seorang wasit kepala, bertugas sebagai pemimpin pertandingan
3.2.   Tiga orang hakim garis yang membantu hakim kepala untuk memimpin pertandingan
3.3.   Seorang pencatat nilai yang bertugas mencatat skor masing – masing regu guna menentukan pemenang jika permainan selesai.
4.      Waktu permainan
Jalannya pertandingan permainan bola bakar ditentukan oleh waktu. Adapun waktu yang ditentukan adalah antara 25 – 30 menit tergantung kesepakatan sebelum pertandingan dimulai. Diantara waktu inti diselingi istirahat selama 5 – 10 menit.
5.      Jalannya permainan :
Permainan bola bakar dapat dilakukan oleh putra/putri maupun campuran dengan seorang kapten yang melakukan undian bersama wasit sebagai pengawasnya. Dalam permainan bola bakar ada beberapa perbedaan yang mendasar dari permainan kasti antara lain :
5.1.Pemukul :
Setiap pemukul mempunyai kesempatan memukul 3 kali. Pukulan dinyatakan betul jika telah melewati garis muka dan jatuh di dalam garis salah dan perpanjangannya. Setelah melakukan pukulan, pemukul harus meletakkan tongkatnya ditempat semula dan berlari ketiang hinggap. Setiap pemain pemukul dapat dimatikan sebanyak 10 kali.
5.2.Penjaga :
Berusaha mematikan lawan baik dengan membanting bola ke tong pembakar maupun dengan melakukan tangkap bola.
5.3.Pergantian tempat :
Maksudnya adalah berganti tugas antara pemukul yang berubah menjadi penjaga kaena suatu sebab. Adapun sebab itu antara lain telah terjadi tangkap bola sebanyak 5 – 10 kali, tergantung kesepakatan sebelum pertandingan. Telah terjadi mati sebanyak 10 kali. Di dalam ruang bebas sudah tidak ada satupun pemain dari regu pemukul maupun pelambung.
5.4.Kesalahan ( mati ) yang dicatat wasit :
Tindakan pemukul yang dinyatakan mati oleh wasit adalah kesalahan memukul sebanyak 3 kali. Meletakkan kayu pemukul tidak pada tempatnya. Pada saat berlari pemain tidak menyentuh tiang hinggap yang dilaluinya. Pemain menggangu bola. Dan yang terakhir adalah pembakar telah memukulkan bola ke tong pembakar.
6.      Nilai :
Seorang pemain akan mendapat skor / nilai jika memenuhi criteria sebagai berikut :
6.1.Seorang pelari akan mendapat nilai 2 jika pelari tersebut dapat memukul bola dan dinyatakan sah, dan berlari ketiang – tiang hinggap serta dapat kembali ke ruang bebas dengan pukulannya sendiri, dan tidak melakukan kesalahan dalam larinya.atau istilah dalam permainan adalah home run.
6.2.Seorang pemain yang melakukan pukulan sah dan berlari ketian g hinggap, berhenti disana untuk menunggu giliran pukulan berikutnya tiba, dan berlari kembali jika pukulan berikutnya dinyatakan sah dan kembali ke ruang bebas tanpa melakukan kesalahan, maka orang tersebut mendapat nilai 1.

MENGENALAN DAN BAHAYA NARKOBA BAGI REMAJA

Disampaikan dalam kegiatan penyuluhan “Upaya Penyelamatan Generasi Muda Melalui Penyuluhan Pengetahuan Bahaya dan Cara Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba” tanggal 8 September 2009”

Saat ini masalah narkoba atau napza sudah menjadi masalah yang menggejala di lingkungan kita, terutama remaja. Namun data akhir-akhir ini, bahaya narkoba ternyata tidak hanya mengancam anak-anak pada usia remaja, narkoba bahkan sudah dikonsumsi oleh anak-anak di bawah usia remaja. Berdasarkan data BNN (Badan Narkotika Nasional), jumlah pengguna narkoba di Indonesia tiap tahun terus meningkat sehingga mengancam masa depan generasi muda. Tercatat pada tahun 2007, 81.702 pelajar di lingkungan SD, SMP dan SMA menggunakan narkoba. Data ini setiap tahun
terus meningkat. NARKOBA atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologis seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologis. Yang termasuk dalam NAPZA, yaitu narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis.Apa itu Narkoba ?
Narkoba (singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif berbahaya lainnya) adalah bahan/zat yang jika dimasukkan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja. Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis Diethylamide),dsb.
Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang dapat mengganggu sistim syaraf pusat. Alkohol yang mengandung ethyl etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang beralkohol atau obat anaestetik jika aromanya dihisap. Contoh: lem/perekat, aceton, ether, dsb.
Berdasarkan efeknya, narkoba tersebut bisa dibedakan menjadi tiga:
i.            Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa mengakibatkan kematian. Jenis narkoba depresan antara lain opioda, dan berbagai turunannya seperti morphin dan heroin. Contoh yang populer sekarang adalah Putaw. Depresan menimbulkan pengaruh yang bersifat menenangkan. Dengan obat ini, orang yang merasa gelisah atau cemas misalnya, dapat menjadi tenang. Tetapi bila obat penenang digunakan tidak sesuai dengan indikasi dan petunjuk dokter, apalagi digunakan dalam dosis yang berlebihan, justru dapat menimbulkan akibat buruk lainnya.
ii.            Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan mening katkan kegairahan serta kesadaran. Jenis stimulan: Kafein, Kokain, Amphetamin. Contoh yang sekarang sering dipakai adalah Shabu-shabu dan Ekstasi. Stimulan menimbulkan pengaruh yang bersifat merangsang sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan rangsangan secara fisik dan psikis. Ecstasy, yang tergolong stimulan, menyebabkan pengguna merasa terus bersemangat tinggi, selalu gembira,ingin bergerak terus, sampai tidak ingin tidur dan makan. Akibatnya dapat sampai menimbulkan kematian.Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau mengakibatkan halusinasi.
iii.            Halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran. Selain itu ada jugayang diramu dilaboratorium seperti LSD. Yang paling banyak dipakai adalah marijuana atau ganja Halusinogenik seperti marijuana atau ganja, mengakibatkan timbulnya halusinasi sehingga pengguna tampak senang berkhayal. Tetapi sekitar 40-60 persen pengguna justru melaporkan berbagai efek samping yang tidak menyenangkan, misalnya muntah, sakit kepala, koordinasi yang lambat, tremor, otot terasa lemah, bingung, cemas, ingin bunuh diri, dan beberapa akibat lainnya

PENYALAHGUNAAN NARKOBA
Kebanyakan zat dalam narkoba sebenarnya digu nakan untuk pengobatan dan penelitian. Tetapi karena berbagai alasan-mulai dari keinginan untuk coba-coba, ikut trend/gaya, lambang status sosial, ingin melupakan persoalan, dll. ,maka narkoba kemudian disalahgunakan. Penggunaan terus menerus dan berlanjut akan menyebabkan ketergantungan atau dependensi, disebut juga kecanduan.
Ada beberapa alasan, seseorang menggunakan narkoba, seperti misalnya :
1.      Menggunakan narkoba di kalangan lingkungan pergaulan sudah dianggap hal yang wajar bahkan sebagai suatu gaya hidup masa kini
2.      Pada awalnya dibujuk orang agar merasakan manfaatnya
3.      Ada keinginan lari dari masalah yang ada, untuk merasakan kenikmatan sesaat
4.      Sudah terjadi ketergantungan dan tidak ada keinginan untuk berhenti, dan lain-lain
Penyalahgunaan ini tentu saja berdampak pada kehidupan seseorang, baik secara fisik, psikis dan sosial. Seberapa besar dampak yang terjadi sangat tergantung pada : jenis narkoba yang igunakan, cara menggunakan dan lama penggunaan.

1.      Dampak Fisik
Secara fisik, penyalahgunaan narkoba menyebabkan :
a.       Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.
b.      Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah
c.       Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim
d.      Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.
e.        Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur
f.       Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual
g.      Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid)
h.      Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya
i.        Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian
2.    Dampak fisikis
Selain fisik, ada juga dampak psikis yang mungkin terjadi, seperti :
a.Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah
b.Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga
c.Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal
d.Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan
e.Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri
3.    Dampak sosial
Dampak sosial yang mungkin terjadi antara lain :
a.Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan
b.Merepotkan dan menjadi beban keluarga
c.Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram
Seringkali orang berpikir bagaimana seseorang bisa terlibat dalam penggunaan narkoba sementara orang lain tidak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan narkoba, antara lain:
1.      Factor individual
Yang termasuk dalam faktor individual antara lain :
a.       Faktor kepribadian
b.      Faktor usia.
c.       Pandangan atau keyakinan yang keliru
d.      Relijiunitas/ pemahaman  tentang agama
2.    Factor lingkungan
Faktor lingkungan yang sedikit banyak mempengaruhi seseorang menggunakan narkoba seperti misalnya:
a.       Lingkungan keluarga
Seperti komunikasi orang tua dan anak kurang baik, orang tua yang bercerai, kawin lagi, orang tua terlampau sibuk, acuh, orang tua otoriter dan sebagainya.
b.    Lingkungan bergaul
Misalnya lingkungan kurang baik di sekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat.






Mengenali Penyalahguna Narkoba melalui Gejala Perubahan Fisik dan Perilaku
Ketika seseorang menggunakan narkoba, tidak mudah baginya untuk bersembunyi dari apa yang telah terjadi pada dirinya. Perubahan secara fisik, sikap dan perilakunya akan mudah untuk dikenali bahwa dia menggunakan narkoba. Adapun tanda-tanda perubahan fisik, sikap dan perilaku pengguna narkoba adalah sebagai berikut:
1.    Perubahan fisik
Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif. Bila terjadi kelebihan dosis (overdosis) : nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal. Saat sedang ketagihan (sakau) : mata merah, hidung berair, menguap terus, diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang, kesadaran menurun. Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada lengan
2.    Perubahan sikap dan prilaku
Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab. Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di kelas.Sering berpergian sampai larut malam, kadang tidak pulang tanpa ijin. Sering mengurung diri, berlama-lama di kamar mandi, menghindar bertemu dengan anggota keluarga yang lain. Sering berbohong, minta banyak uang dengan berbagai alasan, tapi tidak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan sering berurusan dengan polisi. Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar, bermusuhan, pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia.
Mengapa remaja?
Masa remaja merupakan masa transisi, yaitu suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Masalah utama remaja pada umumnya adalah pencarian jati diri. Mereka mengalami krisis identitas karena untuk dikelompokkan ke dalam kelompok anak-anak merasa sudah besar, namun kurang besar untuk dikelompokkan dalam kelompok dewasa. Hal ini merupakan masalah bagi setiap remaja. Oleh karena itu, seringkali memiliki dorongan untuk menampilkan dirinya sebagai kelompok tersendiri. Dorongan ini disebut sebagai dorongan originalitas. Namun dorongan ini justru sering kali menjerumuskan remaja pada masalah-masalah yang serius, seperti nakoba.
Pada awalnya remaja, berkeinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang sebagai bentuk kebutuhan sosialisasi terhadap kelompoknya. Walaupun sebenanarnya kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa justru memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba. Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia remaja.
Masalah menjadi lebih gawat lagi bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum suntik secarabergantian. Bangsa ini akan kehilangan remaja yang sangat banyak akibat penyalahgunaan narkoba dan merebaknya HIV/AIDS. Kehilangan remaja sama dengan kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa.
Oleh karena itu dalam kerentanan di masa remaja, dibutuhkan pengertian dan dukungan orangtua dan keluarga. Bila kebutuhan remaja kurang diperhatikan, maka remaja akan terjebak dalam perkembangan pribadi yang "lemah", bahkan dapat dengan mudah terjerumus ke dalam belenggu penyalahgunaan narkoba.Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu menciptakan kebahagiaan bagi semua anggotanya, terutama bagi anak yang menginjak remaja. Banyak keluarga mengalami problema-problema tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan hubungan keluarga. Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua yang tidak harmonis dan kurangnya komunikasi antara mereka. Berhadapan dengan situasi demikian, remaja merasa bimbang, bingung dan ketiadaan pegangan dalam hidupnya. Apalagi ditambah dengan sikap dan watak orangtua yang otoriter.
Remaja akhirnya terdorong untuk mencari sendiri pegangan hidupnya. Dalam pencarian inilah mereka akhirnya terjerumus ke dalam narkotika. Faktor ketidakharmonisan dalam keluarga memiliki kontribusi kuat pada munculnya permasalahan yang dialami remaja. Dikatakan bahwa usia remaja adalah usia serba tidak pasti, penuh gejolak. Remaja, di satu pihak, ingin melepaskan diri dari pengaruh orangtua. Namun di lain pihak ia belum sepenuhnya berdiri sendiri. Dengan demikian jika orangtua tidak bisa menjadi tempat yang aman bagi remaja, maka remaja akan mencari tempat sandaran lain berupa kelompok para remaja yang tidak tertutup kemungkinan telah terlibat narkotika. Narkotika akhirnya bisa dilihat oleh remaja sebagai pengganti kasih sayang dan perhatian yang tidak mereka alami dari orangtua di rumah.
Bagaimana solusinya….?
Berbagai upaya berbagai pihak untuk mengatasi permasalahan narkoba yang sering dialami para remaja. Ada tiga tingkat intervensi yang dapat dilakukan, yaitu:
1.      Primer, sebelum penyalahgunaan terjadi, biasanya dalam bentuk pendidikan, penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui keluarga, dll. Instansi pemerintah, seperti halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap intervensi ini. kegiatan dilakukan seputar pemberian informasi melalui berbagai bentuk materi KIE yang ditujukan kepada remaja langsung dan keluarga
2.      Sekunder, pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan (treatment). Fase ini meliputi: Fase penerimaan awal antara 1 -3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental, dan Fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medik, antara 1-3 minggu untuk melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap.
3.      Tertier, yaitu upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah memakai dan dalam proses penyembuhan. Tahap ini biasanya terdiri atas Fase stabilisasi, antara 3-12 bulan, untuk mempersiapkan pengguna kembali ke masyarakat, dan Fase sosialiasi dalam masyarakat, agar mantan penyalahguna narkoba mampu mengembangkan kehidupan yang bermakna di masyarakat. Tahap ini biasanya berupa kegiatan konseling, membuat kelompok-kelompok dukungan, mengembangkan kegiatan alternatif, dll.

Ketiga upaya di atas dapat dilakukan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi saat itu, apakah perlu dilakukan upaya primer, sekunder atau tertier.Selain itu, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa permasalahan remaja tersebut dapat diupayakan dengan tiga pendekatan, yaitu :
1.      Pendekatan Agama, dengan menanamkan ajaran-ajaran agama. Yang diutamakan bukan hanya ritual keagamaan, melainkan memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Pendekatan Psikologis, dengan mengenali dan memahami karakteristik kepribadian. Mengenali remaja beresiko tinggi menyalahgunaan NAPZA dan melakukan intervensi terhadap mereka agar tidak menggunakan NAPZA.
3.      Pendekatan Sosial, dengan menciptakan lingkungan keluarga dan masyarakat yang positif. Hal ini dapat dilakukan melalui komunikasi dua arah, bersikap terbuka dan jujur, mendengarkan dan menghormati pendapat anak.
Masalah pencegahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah menjadi tugas dari sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang penanggulangan tersebut. Peran orang tua dalam keluarga dan juga peran pendidik di sekolah sangatlah besar bagi pencegahan penaggulangan terhadap NAPZA.









DAFTAR PUSTAKA

Bucher, Charles A. (1979). Foundations of Physical Education, (8th Ed.), St. Louis, MI., Mosby Company.
Buscher, Craig A. (1994). Teaching Children Movement Concepts and Skills, Champaign, III. : Human Kinetics Publisher, Inc.,
Dauer, V., & Pangrazi, R. (1986). Dynamic Physical Education For Elementary School Children, (8th Ed.), New York: Macmillan
Freeman, William H. (2001). Physical Education and Sport in A Changing Society. (Sixth Ed.). Boston. Allyn and Bacon.
Gabbard, Carl., LeBlanc, Betty., and Lowy, Susan. (1994). Physical Education for Children: Building the Foundation, (2nd Ed.), New Jersey: Prentice Hall.
Graham, G. (1992). Teaching Children Physical Education, Becoming Master Teacher, Champaign, III. : Human Kinetics Publisher, Inc.,
Kogan, Sheila. (1982). Step By Step: A Complete Movement Education Curriculum From Preschol to 6th Grade, California: Front Row Experience.
Malina, R., & Bouchard, C. (1978) Growth, Maturation and Physical Activity, Champaign, III: Human Kinetic Publisher, Inc.
Siendtop, D. (1991). Developing Teaching Skill in Physical Education, 3rd Ed., Palo Alto, CA: Mayfield.
Tinning, R., Mcdonald, D., Wright, J., and Hickey, C. (2001). Becoming Physical Education Teacher: Contemporary and Enduring Issues. Frenchs Forest, NSW. Prentice Hall.
Kusmaryani.R.E.2009.ttp://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/%28C%29%20Mengenal%20Bahaya%20Narkoba%20bagi%20Remaja%202009_0.pdf.